Kamis, 31 Januari 2013

Cerita sex cerita ngentot dewasa paling seru dibaca

Cerita sex | Cerita dewasa ngentot terbaru paling seru untuk dibaca . selamat menikmati
 
Kebiasaanku tidur ngelantur belum bisa dibuang. Sejak aku SMA aku sulit sekali dibangunkan pagi-pagi, apalagi sekolahku selama kelas 1 dan kelas 2 selalu siang hari. Ini pula yang menjadi kebiasaanku sewaktu mulai kuliah. Waktu aku menginjak kota Bandung pertama kali, udara dingin kota itu benar-benar membuatku masih terbuai mimpi meski sudah terang. Aku kuliah di salah satu PTS yang hampir semua kegiatannya di waktu sore hari, sehingga bagiku hidup dengan tertidur lelap di pagi hari cerah merupakan kebiasaan. Kawan-kawan satu kost-ku biasanya sudah sunyi waktu aku bangun untuk sarapan dan mandi, tapi kebiasaanku adalah sarapan sambil nonton TV, baru mandi.

Tante kost-ku termasuk yang baik, tak jarang untukku sengaja disiapkannya secangkir kopi atau kue untuk sarapan, atau semangkuk mie rebus hangat. Aku disayangnya, karena bila pagi hari rumah kost itu kosong dan akulah yang menemaninya mengurus segala sesuatu, menyapu, masak, atau apa saja. Walau aku suka tidur ngelantur, tapi aku termasuk anak yang rajin kerja di rumah. Tante ini masih muda, tetapi sudah janda. Ia hanya punya satu orang anak dan sudah bekerja di Sumatera. Praktis, ia hanya seorang diri di rumah. Namun kecantikannya tetap ia pelihara, sehingga di usianya yang mendekati kepala lima ia masih tetap cantik dan kencang.

Suatu hari aku nonton film biru pinjaman dari kawanku. Di rumah rupanya seperti biasa hanya aku saja lagi yang merupakan penghuninya. Aku ke kamar kecil sebentar, lalu memutar film itu di VCD komputerku. Karena asyiknya, melihat adegan yang panas aku tidak tahan, aku melucuti satu-satu pakaianku, tinggal CD-ku saja yang bertahan, itupun cuma sebentar, lalu kupelorotkan hingga ke paha. Aku merasa penisku menghentak-hentak minta dikeluarkan. Aku nonton dengan mata setengah membuka, sambil berbaring kuelus-elus penisku yang makin tegak. Gerakan tanganku sudah menjadi cepat, ah� aku nggak tahan lagi, lalu aku kocok terus dan terus, kugigit selimut untuk menahan jeritan nikmat yang benar-benar menyelimuti pagi yang indah itu. Sesaat kemudian nafasku mendengus sambil menyemprotkan mani ke dadaku.

"Ah� hmmm� ah�" aku merasa tubuhku ringan, lalu aku merasa ngantuk dan terlelap.

Tiba-tiba aku merasa pahaku dielus orang. Aku tersentak kaget. Ah, ternyata tante sudah ada di dalam kamarku. Ia menggunakan gaun putih yang tipis dan longgar. Kuhirup bau segar parfumnya yang menawan. Aku buru-buru bangkit menarik CD yang kupelorotkan, air maniku meleleh ke sprei, nggak kupedulikan. Tante kemudian menatap mataku, tampak bergelora api nafsu yang menggelegak di balik pandangannya itu.

Tangannya meraih tanganku, "Raf, Tante minta maaf masuk kamarmu tanpa mengetuk, abis tadi Tante lihat pintu kamarmu nggak dikunci. Tante bawa sarapan, tapi, Tante lihat kamu lelap kayak gitu," katanya sambil mengelus pahaku kembali.

Aku salah tingkah. Matanya melirik VCD-ku yang ternyata masih memainkan film "laga" itu. Adegan demi adegan diawasinya, sambil tangannya meremas bahuku. Dielusnya tanganku sambil menarikku duduk di kasur. Kurasakan getaran halus lewat jari-jarinya, menahan gelora nafsunya yang membahana. Aku mulai aktif dan terbakar suasana. Kupeluk ia dari belakang, lalu kuhembuskan nafasku ke tengkuknya. Ia menggeliat dan menjadi lebih beringas.

Tubuhnya berbalik. Dibalasnya hembusan nafasku dengan ciuman lembut. Kedua tangannya dengan liar menelusuri pinggulku, perutku, lalu puting susu di dadaku.

"Raf, beri Tante� Tante mau�" katanya penuh harap.

Ia kemudian menarik CD-ku sampai tuntas, lalu dengan lembut mengelus rambut kemaluanku, penisku yang masih terkulai lemas diremasnya dengan lembut pula. Aku menggelinjang kegelian, tapi tangan tante lebih dahulu menekan tanganku, seakan isyarat agar aku menurut.

Aku memejamkan mata. Nafasku bergemuruh, kemudian tubuh kami terhempas di kasur. Tante kemudian mengulum zakarku, sambil sesekali mencium penisku. Aku hanya dapat menahan nafas, sambil mengerang penuh nikmat. Kemudian lidahnya dengan liar menjilat penisku yang sudah tegak, sambil sesekali mengulum dan menyedotnya penuh gairah. Aku benar-benar sudah siap laga, ketika ia kemudian merebahkan tubuhnya di sampingku. Aku maklum.



Kubuka gaunnya yang longgar, kemudian BH dan CD-nya. Tante dan aku sudah sama-sama bugil. Aku mengambil posisi di atas, untuk memulainya. Pelan kupeluk badannya, lalu kubelai rambutnya yang mulai beruban itu. Kucium leher dan kupingnya, ia menggelinjang kegelian. Nampak, bulu lengannya merebak menahan rasa itu, tapi mulutnya hanya mengerang. Lalu, bagian leher bawahnya kujilat lembut, sambil sesekali jenggotku yang habis dicukur kemarin kugesekkan. Badan tante kemudian menggeliat lebih liar, sambil mendesahkan kata-kata yang tidak jelas.

Aksiku kulanjutkan dengan memainkan puting susunya yang menegang, sambil kujilat dan kuhisap perlahan.

"Ayo Raf, ayo!" katanya.

Aku tidak peduli. Aku telusuri terus semua titik nyerinya. Sampai kemudian wajahku berada di selangkangannya yang mulai berpeluh. Kubelai pubisnya dengan lidahku. Kubuka labia minora-nya dengan lembut, kemudian tanganku membelai perlahan labia minora-nya yang sudah mulai basah itu berkali-kali.

Kakinya kemudian menekuk dan mengangkat pinggulnya. Dimainkannya pinggulnya dengan goyangan yang berirama. Lidahku kemudian beraksi, menjilat bagian labia minora-nya, lalu naik hingga klitorisnya. Kulihat klitoris itu sudah menonjol kemerahan. Lalu, aku mengangkat pinggulnya, dan kumasukkan penisku perlahan, sambil kugoyang maju-mundur. Tante mengerang dengan tangan memegang erat pinggir kasur.

"Ayo, Raf, terus�!" katanya menyuruhku menggoyang badanku terus.

Aku menengkurapinya, lalu dengan sigap kusentakkan pinggulku sehingga penisku menghujam dalam ke vaginanya.

"Aduh, aduh� Raf, nikmat sekali," katanya sambil memelukku.

Leher dan puting susunya terus kucium dan kujilat.

"Teruskan Raf! ayo sayang, aku sudah hampir sampai nih," katanya.

Aku makin menyentak. Keringatku mulai bercucuran, sementara tante pun demikian pula. Rupanya tante sudah sampai ketika tiba-tiba tante memelukku dengan tangan dan kakinya erat-erat sehingga aku tidak dapat bergerak sama sekali. Di mulutnya hanya suara desah puas selama beberapa saat. Kemudian pelukannya mengendur. Tante lemas.

Aku masih penasaran, karena aku belum sampai. Kutarik perlahan penisku yang masih menegang. Kulihat penisku berkilat-kilat karena lumasan vagina tante. Kubuka selangkangan tante, ia mengerang dan menggelinjangkan pantatnya ketika vaginanya kuraba lagi. Kurangsang tante agar aku dapat mencapai orgasme. Lidahku beraksi, kugapai labia minora-nya lalu kujilat habis bagian itu, bahkan maniku yang meleleh di situ kujilat sampai habis.

Lalu, klitorisnya yang memerah itu kusedot perlahan, "Ah, emm� mmm," ia memekik lirih.

Badannya yang mulai menggelinjang itu kemudian kutelungkupkan. Kunaiki pantatnya, lalu kutekankan penisku ke vaginanya. Kemudian terasa suatu sensasi di penisku, karena tante menutup rapat kakinya. Tanganku kemudian memeluknya dari belakang, lalu aku menciumi tengkuknya yang wangi. Tanganku terus memainkan putingnya yang mengeras itu sambil kugoyang pinggulku, perlahan mula-mula, dan kemudian kemudian makin cepat.

"Rafael, terus Raf, Tante hampir dapat lagi nih," katanya berbisik.

Aku tidak dapat menyahut. Nafasku memburu, karena nafsuku mulai memuncak. Kurasakan nikmat menyelimutiku sampai habis, lalu rasanya itu maniku sudah menghentak-hentak hendak keluar.

"Tante, Rafael mau keluar nih," kataku berbisik.

Ia hanya mengangguk. Kemudian dengan sekali hentakan lagi, aku merasakan suatu sensasi baru, kenikmatan yang sangat panjang, "Crot� croot� crooot�" terasa maniku menyemprot deras ke dalam vagina tante, sambil tanganku memeluknya dengan erat.

Aku hanya dapat mengerang penuh nikmat surgawi. Aku lemas di atas badan tante, lalu terlelap beberapa saat lagi.

Beberapa saat ia menggeliat. Ia bangkit dan mengenakan kembali pakaiannya. Kurasakan tante memeluk dan menciumku mesra sekali. Disekanya keringatku yang meleleh, lalu diselimutinya badanku yang masih telanjang. Pergulatan itu memporak-porandakan kasurku, tapi aku kini merasa tidak sendiri dalam menikmati dunia ini. Tante Win, di pagi hari siap selalu mengantarkan sarapanku, dan jika suatu saat ia memerlukan kehangatan diriku, aku Rafael, boy friend-nya, selalu ada di sampingnya.

TAMAT

Foto telanjang | toket gede | video ngentot

Foto telanjang toket gede dan video ngentot ini ane persembahin buat kalian yang penikmat sesuatu yang hot . spesial untuk penggemar blog beritakonyol.com

Toket Empuk Pentil Gurih



Gimana lumayan kan . Fotonya foto telanjang yang toketnya gede . untuk video nya nyusul ya bos

Cerita ngentot Naksir Rita Dapat Ibunya

Cerita ngentot Naksir Rita Dapat Ibunya

Saat itu aku Ronny masih kuliah dan saya mempunyai teman karib namanya Mona, dari Sumatera, dia menumpang di rumah tantenya. Kebetulan antara saya dan Mona mempunyai hoby yang sama, naik gunung, lintas alam, atletik, lempar lembing. Saya sering bertandang ke rumahnya, makin lama makin sering. Karena saya juga naksir sama Rita, adik sepupu Mona atau anak tantenya. Walau saya sudah menjadi akrab dengan keluarganya, tapi Rita tak kunjung kupacari.
Setelah selesai SMA Mona melanjutkan studi di Kota lain, tapi aku mencoba untuk bertandang ke rumah Rita, tapi jarang ketemu.
Namun perjalanan waktu menentukan lain bagi Rita, ayahnya yang wakil rakyat itu meninggal. Sekarang ini ibunya mencari nafkah sendiri dengan memegang beberapa perusahaannya yang memang sudah dirintis cukup lama, sebelum terpilih menjadi wakil rakyat. Harapanku memacari Rita tetap ada di dada, walaupun saat aku berkunjung, justru bu Ita (ibunya Rita/tantenya Mona) yang sering menemuiku. karena Rita ada kesibukan di Jakarta, sehubungan dengan keikutsertaannya dalam sekolah presenter di sebuah stasion teve swasta di sana. Tapi sebenarnya kalau mau jujur Rita masih kalah dengan ibunya. Bu Ita lebih cantik.,kulitnya lebih putih bersih, dewasa dan tenang pembawaannya. Sementara Rita agak sawo matang, nurun ayahnya kali? Seandainya Rita seperti ibunya: tenang pembawaannya, keibuan dan penuh perhatian, baik juga.
Sekarang, di rumah yang cukup mewah itu hanya ada bu Ita dan seorang pembantu. Mona sudah tidak di situ, sementara Rita sekolah di ibukota, paling-paling seminggu pulang. Akhirnya saya di suruh bu Ita untuk membantu sebagai karyawan tidak tetap mengelola perusahaannya. Untungnya saya memiliki kemampuan di bidang komputer dan manajemennya, yang saya tekuni sejak SMA. Setelah mengetahui manajemen perusahaan bu Ita lalu saya menawari program akuntansi dan keuangan dengan komputer, dan bu Ita setuju bahkan senang. Merencanakan kalkulasi biaya proyek yang ditangani perusahaannya, dsb. Saya menyukai pekerjaan ini. Yang jelas bisa menambah uang saku saya, bisa untuk membantu kuliah, yang saat itu baru semester dua. Bu Ita memberi honor lebih dari cukup menurut ukuran saya. Pegawai bu Ita ada tiga cewek di kantor, tambah saya, belum termasuk di lapangan. Saya sering bekerja setelah kuliah, sore hingga malam hari, datang menjelang pegawai yang lain pulang. Itupun kalau ada proyek yang harus dikerjakan. Part time begitu. Bagi saya ini hanya kerja sambilan tapi bisa menambah pengalaman.
Karena hubungan kerja antara majikan dan pegawai, hubungan saya dengan bu Ita semakin akrab. Semula sih biasa saja, lambat-laun seperti sahabat, curhat, dan sebagainya. Aku sering dinasehati, bahkan saking akrabnya, bercanda, saya sering pegang tangannya, mencium tangan, tentu saja tanpa diketahui rekan kerja yang lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap menjaga kesopanan. Pengalaman ini yang mendebarkan jantungku, betapapun dan siapapun bu Ita, dia mampu menggetarkan dadaku. Walaupun sudah cukup umur wanita ini tetap jelita. Saya kira siapapun orangnya pasti mengatakan orang ini cantik bahkan cantik sekali. Dasar pandai merawat tubuh, karena ada dana untuk itu, rajin fitnees, di rumah disediakan peralatannya. Kalau sedang fitnees memakai pakaian fitnees ketat sangat sedap dipandang. Ini sudah saya ketahui sejak saya SMA dulu, tapi karena saya kepingin mendekati Rita, hal itu saya kesampingkan. Data-data pribadi bu Ita saya tahu betul karena sering mengerjakan biodata berkaitan dengan proyek-proyeknya. Tingginya 161 cm, usianya saat kisah ini terjadi 37 tahun, lima bulan dan berat badannya 52 kg. Cukup ideal.
Pada suatu hari saya lembur, karena ada pekerjaan proyek dan paginya harus didaftarkan untuk diikutkan tender. Pukul 22.00 pekerjaan belum selesai, tapi aku agak terhibur bu Ita mau menemaniku, sambil mengecek pekerjaanku. Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur begini ia malah sering bercanda. Bahkan kalau minumanku habis dia tidak segan-segan yang menuang kembali, aku malah menjadi kikuk. Dia tak enggan pegang tanganku, mencubit, namun aku tak berani membalas. Apalagi bila sedang mencubit dadaku aku sama sekali tidak akan membalas. Dan yang cukup surprise tanpa ragu memijit-pijit bahuku dari belakang.
�Capek ya..? Saya pijit, nih�, katanya.
Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga, dipijit janda cantik. Apalagi yang kurasakan dadanya, pasti teteknya menyenggol kepalaku bagian belakang, saya rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku sengaja saya pepetkan dengan tangannya yang mulus, dia diam saja. Dia membalas membelai-belai daguku, yang tanpa rambut itu. Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul 23.00 baru selesai semua pekerjaan, saya membersihkan kantor dan masih dibantu bu Ita. Wah wanita ini betul-betul seorang pekerja keras, gumanku dalam hati.
Saya bersiap-siap untuk pulang, tapi dibuatkan kopi, jadi kembali minum.
�Kamu sudah punya pacar Ron?�
�Belum Bu�, jawabku
�Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek mana yang tak mau dengan cowok ganteng�, katanya
�Belum Bu, sungguh kok�, kataku lagi. Kami duduk bersebelahan di sofa ruang tengah, dengan penerangan yang agak redup. Entah siapa yang mendahului, kami berdua saling berpegangan tangan saling meremas lembut. Yang jelas semula saya sengaja menyenggol tangannya�
Mungkin karena terbawa suasana malam yang dingin dan suasana ruangan yang syahdu, dan terdengar suara mobil melintas di jalan raya serta sayup-sayup suara binatang malam, saya dan bu Ita hanyut terbawa oleh suasana romantis. Bu Ita yang malam itu memakai gaun warna hitam dan sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Wanita pengusaha ini makin mendekatkan tubuhnya ke arahku. Dalam kondisi yang baru aku alami ini aku menjadi sangat kikuk dan canggung, tapi anehnya nafasku makin memburu, kejar-kejaran dan bergelora seperti gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu. Saya menjadi bergemetaran, dan tak mampu berbuat banyak, walau tanganku tetap memegang tangannya.
�Dingin ya Ron..?!�, katanya sendu.
Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap lengan kirinya yang memang tanpa lengan baju itu.
�Ya, Bu dingin sekali�, jawabku.
Terasa dingin, sementara tangannya juga merangkul pinggangku. Bau wewanginan semerbak di sekitar, aku duduk, menambah suasana romantis
�Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana Bu?�, kataku gemetar.
�Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya terkunci�, katanya.
Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba mengecup kening wanita lincah ini, dia tersenyum lalu dia menengadahkan wajahnya. Tanpa diajari atau diperintah oleh siapapun, kukecup bibir indahnya. Dia menyambut dengan senyuman, kami saling berciuman bibir saling melumat bibir, lidah kami bertemu berburu mencari kenikmatan di setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut masing-masing. Tangankupun mulai meraba-raba tubuh sintal bu Ita, diapun tidak kalah meraba-raba punggungku dan bahkan menyusup dibalik kaosku. Aku menjadi semakin terangsang dalam permainan yang indah ini.
Sejenak jeda, kami saling berpandangan dia tersenyum manis bahkan amat manis, dibanding waktu-waktu sebelumnya. Kami berangkulan kembali, seolah-olah dua sejoli yang sedang mabuk asmara sedang bermesraan, padahal antara majikan dan pegawainya. Dia mulai mencumi leherku dan menggigit lembut semantara tanganku mulai meraba-raba tubuhnya, pertama pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.
�Sejak kamu kesini dengan Mona dulu, saya sudah berpikir: �Ganteng banget ini anak!�", katanya setengah berbisik.
�Ah ibu ada-ada saja�, kataku mengelak walaupun saya senang mendapat sanjungan.
�Saya tidak merayu, sungguh�, katanya lagi.
Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin menanjak naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga dada bu Ita. Diapun nampak bergetaran dan suaranya agak parau.
Kemudian saya beranjak, berdiri dan menarik tangan bu Ita yang supaya ikut berdiri. Dalam posisi ini dia saya dekap dengan hangatnya. Hasrat kelakianku menjadi bertambah bangkit dan terasa seakan membelah celana yang saya pakai. Lalu saya bimbing dia ke kamarnya, bagai kerbau dicocok hidungnya bu Ita menurut saja. Kami berbaring bersama di spring bed, kembali kami bergumul saling berciuman dan becumbu.
�Gimana kalau saya tidur di sini saja, Bu�, pintaku lirih.
Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum. Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil pakaian sambil menyodorkan kepada saya.
�Ini pakai punyaku�, dia menyodorkan pakaian tidur.
Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian memakai kimononya.
Aku menjadi terlena. Dalam dekapannya aku tertidur. Baru sekitar setengah jam saya terbangun lagi. Dalam kondisi begini, jelas aku susah tidur. Udara terasa dingin, saya mendekapnya makin kencang. Dia menyusupkan kaki kanannya di selakangan saya. Penisku makin bergerak-gerak, sementara cumbuan berlangsung, penisku semakin menjadi-jadi kencangnya, yang sesungguhnya sejak tadi di sofa.
Aku berpikir kalau sudah begini bagaimana? Apakah saya lanjutkan atau diam saja? Lama aku berfikir untuk mengatakan tidak! Tapi tidak bisa ditutupi bahwa hasrat, nafsu birahiku kuat sekali yang mendorong melonjak-lonjak dalam dadaku bercampur aduk sampai kepada ubun-ubunku. Walaupun aku diamkan beberapa saat, tetap saja kejaran libido yang terasa lebih kuat. Memang saya sadar, wanita yang ada didekapanku adalah majikanku, tantenya Mona, mamanya Rita, tapi sebagai pria normal dan dewasa aku juga merasakan kenikmatan bibir dan rasa perasaan bu Ita sebagai wanita yang sintal, cantik dan mengagumkan. Sedikitnya aku sudah merasakan kehangatannya tubuhnya dan perasaannya, meski pengalaman ini baru pertama kali kualami.
Aku tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi seperti ini aku semakin bergemetaran, antara mengelak dan hasrat yang menggebu-gebu. Aku perhatikan wajahnya di bawah sorot lampu bed, sengaja saya lihat lama dari dekat, wajahnya memancarkan penyerahan sebagai wanita, di depan lelaki dewasa. Pelan-pelan tanganku menyusup di balik gaunnya, meraba pahanya dia mengeliat pelan, saya tidak tahu apakah dia tidur atau pura-pura tidur. Aku cium lembut bibirnya, dan dia menyambutnya. Berarti dia tidak tidur. Ku singkap gaun tidurnya kemudian kulepas, dia memakai beha warna putih dan cedenya juga putih. Aku menjadi tambah takjub melihat kemolekan tubuh bu Ita, putih dan indah banget. Ku raba-raba tubuhnya, dia mengeliat geli dan membuka matanya yang sayu. Jari-jari lentiknya menyusup ke balik baju tidur yang kupakai dan menarik talinya pada bagian perutku, lalu pakaianku terlepas. Kini akupun hanya pakai cede saja.
�Kamu ganteng banget, Ron, tinggi badanmu berapa, ya?�, bisiknya. Saya tersenyum senang.
�Makasih. Ada 171. Bu Ita juga cantik sekali�, mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum.
Aku berusaha membuka behanya dengan membuka kaitannya di punggungnya, kemudian keplorotkan cedenya sehingga aku semakin takjub melihat keindahan alam yang tiada tara ini. Hal ini menjadikan dadaku semakin bergetar. Betapa tidak?! Aku berhadapan langsung dengan wanita tanpa busana yang bertubuh indah, yang selama ini hanya kulihat lewat gambar-gambar orang asing saja. Kini langsung mengamati dari dekat sekali bahkan bisa meraba-raba. Wanita yang selama ini saya lihat berkulit putih bersih hanya pada bagian wajah, bagian kaki dan bagian lengan ini, sekarang tampak seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan! Darahku semakin mendidih, melihat pemandangan nan indah itu. Di saat saya masih bengong, pelan-pelan aku melorot cedeku, saya dan bu Ita sama-sama tak berpakaian. Penisku benar-benar maksimal kencangnya. Kami berdua berdekapan, saling meraba dan membelai. Kaki kami berdua saling menyilang yang berpangkal di selakangan, saling mengesek. Penisku yang kencang ikut membelai paha indah bu Ita. Sementara itu ia membelai-belai lembut penisku dengan tangan halusnya, yang membawa efek nikmat luar biasa.
generasi
Tanganku membela-belai pahanya kemudian kucium mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran karena kami saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak dipandang. Dia mengerang lembut, ketika jemariku menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi payudaranya dengan lembut dan mengedot puntingnya yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu membenamkan wajahku di antara kedua susunya. Sementara tangan kiriku meremas lembut teteknya. Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya. Aku semakin bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya, yang ternyata basah itu. Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya, kemudian kusingkap rerumputan di sekitar kewanitaannya. Bagian-bagian warna pink itu aku belai-belai dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, menyenangkan sekali. Bu Ita mengerang lembut sambil menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan keterowongan pink tersebut dan menari-nari di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia menarikku.
�Ayo Ron�aku tak tahan�, katanya berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.
Aku mulai menindih tubuh sintal itu, sambil bertumpu pada kedua siku-siku tanganku, supaya ia tidak berat menompang tubuhku. Sementara itu senjataku terjepit dengan kedua pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya sudah bukan main, getaran jantungku makin tidak teratur. Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya, tanganku meremas-remas lembut susunya. Penisku menggesek-gesek sekalangannya, ke arah atas (perut), kemudian turun berulang-ulang Tak lama kemudian kakinya direnggangkan, lalu pinggul kami berdua beringsut, untuk mengambil posisi tepat antara senjataku dengan lubang kewanitaannya. Beberapa kali kami beringsut, tapi belum juga sampai kepada sasarannya. Penisku belum juga masuk ke vaginanya
�Alot juga�, bisikku. Bu Ita yang masih di bawahku tersenyum.
�Sabar-sabar�, katanya. Lalu tangannya memegang penisku dan menuntun memasukkan ke arah kewanitaannya.
�Sudah ditekan� pelan-pelan saja�, katanya. Akupun menuruti saja, menekan pinggulku�
�Blesss�, masuklah penisku, agak seret, tapi tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah, rasa nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia lain, dunia yang sama sekali baru bagiku. Aku memang pernah melihat film orang beginian, tetapi untuk melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak, nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru merasakan kehangatan dan kenikmatan tubuh wanita.
Gerakanku mengikuti naluri lelakiku, mulai naik-turun, naik-turun, kadang cepat kadang lambat, sambil memandang ekspresi wajah bu Ita yang merem-melek, mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar suara tak disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri.
�Ah� uh� eh� hem�"
Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut dengan menekan pula ke atas, supaya penisku masuk menekan sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kenikmatan berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejar-kejaran. Di tengah peristiwa itu bu Ita berbisik
�Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya�, ketika saya mulai menggenjot dengan semangatnya.
�Ya Bu, maaf�, akupun menuruti perintahnya.
Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku ala kadarnya mengikuti gerakan pinggulnya yang hanya sesekali dilakukan. Ternyata model ini lebih nyaman dan mudah dinikmati. Sesekali kedua kakinya diangkat dan sampai ditaruh di atas bahuku, atau kemudian dibuka lebar-lebar, bahkan kadang dirapatkan, sehingga terasa penisku terjepit ketat dan semakin seret. Gerak apapun yang kami lakukan berdua membawa efek kenikmatan tersendiri. Setelah lebih dari sepuluh menit , aku menikmati tubuhnya dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku tahu maksudnya, dia minta di atas.
Aku tidur terlentang, kemudian bu Ita mengambil posisi tengkurap di atasku sambil menyatukan alat vital kami berdua. Bersetubuhlah kami kembali.Ia memasukkan penisku rasanya ketat sekali menghujam sampai dalam. Sampai beberapa saat bu Ita menggerakkan pinggulnya, payudaranya bergelantungan nampak indah sekali, kadang menyapu wajahku. Aku meremas kuat-kuat bongkahan pantatnya yang bergoyang-goyang. Payudaranya disodorkan kemulutku, langsung kudot. Gerakan wanita berambut sebahu ini makin mempesona di atas tubuhku. Kadang seperti orang berenang, atau menari yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang aduhai. Bayang-bayang gerakan itu nampak indah di cermin sebelah ranjang. Tubuh putih nan indah perempuan setengah baya menaiki tubuh pemuda agak coklat kekuning-kuningan. Benar-benar lintas generasi!
Adegan ini berlangsung lebih dari lima belas menit, kian lama kian kencang dan cepat, gerakannya. Nafasnya kian tidak teratur, sedikit liar. Kayak mengejar setoran saja. Tanganku mempererat rangulanku pada pantat dan pinggulnya, sementara mulutku sesekali mengulum punting susunya. Rasanya enak sekali. Setelah kerja keras majikanku itu mendesah sejadi-jadinya�
�Ah� uh, eh� aku, ke.. luaar..Ron..�, rupanya ia orgasme.
Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku, nafasnya berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan keenakan yang mencapai klimaknya. Nafasnya berkejar-kejaran, gerakannya lambat laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia menjadi lemas di atasku, sambil mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih menindih saya.
Setelah pulih tenaganya, dia tidur terlentang kembali, siap untuk saya tembak lagi. Kini giliran saya menindihnya, dan mulai mengerjakan kegiatan seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia merangkul aku. Naik turun, keluar masuk. Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, apalagi dia bisa menjepit-jepit, sampai beberapa kali. Sungguh aku menikmati seluruhnya tubuh bu Ita. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu dorongan tenaga yang kuat sampai diujung senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di sana, yang menimbulkan kekuatan dahsyat tiada tara. Energi itu menekan-nekan dan memenuhi lorong-lorong rasa dan perasaan, saling memburu dan kejar-kejaran. Didorong oleh gairah luar biasa, menimbulkan efek gerakan makin keras dan kuat menghimpit tubuh indah, yang mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona. Akhirnya tenaga yang menghentak-hentak itu keluar membawa kenikmatan luar biasa�, suara tak disengaja keluar dari mulut dua insan yang sedang dilanda kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa kendali, menyemprot memenuhi lubang kenikmatan milik bu Ita.
�Ahh� egh� egh� uhh�, suara kami bersaut-sahutan.
Bibir indah itu kembali kulumat makin seru, diapun makin merapatkan tubuhnya terutama pada bagian bawah perutnya, kuat sekali. Menyatu semuanya,
�Aku� keluar Bu�, kataku terengah-engah.
�Aku juga Ron�, suaranya agak lemah.
�Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa keluar lagi?!�, tanyaku agak heran.
�Ya, bisa dua kali�, jawabnya sambil tersenyum puas.
Kami berdua berkeringat, walau udara di luar dingin. Rasanya cukup menguras tenaga, bagai habis naik gunung saja, lempar lembing atau habis dari perjalanan jauh, tapi saya masih bisa merasakan sisa-sisa kenikmatan bersama. Selang beberapa menit, setelah kenikmatan berangsur berkurang, dan terasa lembek, saya mencabut senjataku dan berbaring terlentang di sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya menikmati seluruh kenikmatan tubuhnya. Perempuan punya bentuk tubuh indah itupun terlihat puas, seakan terlepas dari dahaganya, yang terlihat dari guratan senyumnya. Saya lihat selakangannya, ada ceceran air maniku putih kental meleleh di bibir vaginanya bahkan ada yang di pahanya. Pengalaman malam itu sangat menakjubkan, hingga sampai berapa kali aku menaiki bu Ita, aku lupa. Yang jelas kami beradu nafsu hampir sepanjang malam dan kurang tidur.
Keesokan harinya. Busa-busa sabun memenuhi bathtub, aku dan bu Ita mandi bersama, kami saling menyabun dan menggosok, seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian yang paling pribadi. Yang mengasyikkan juga ketika dia menyabun penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya senang sekali dan sudah barang tentu membawa efek nikmat.
�Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak tugu Monas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!�, katanya sambil menimang-nimang tititku.
�Kan Ibu yang bikin begini?!�, jawabku. Kami tersenyum bersama.
Sehabis mandi, kuintip lewat jendela kamar, Darti sedang nyapu halaman depan, kalau aku keluar rumah tidak mungkin, bisa ketahuan. Waktu baru pukul setengah enam. Tetapi senjata ini belum juga turun, tiba-tiba hasrat lelakiku kembali bangkit kencang sekali. Kembali meletup-letup, jantung berdetak makin kencang. Lagi-lagi aku mendekati janda yang sudah berpakaian itu, dan kupeluk, kuciumi. Saya agak membungkuk, karena aku lebih tinggi. Bau wewangian semerbak disekujur tubuhnya, rasanya lebih fresh, sehabis mandi. Lalu ku lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya dan kuplorotkan cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria dan menuju tempat tidur. Kedua insan lelaki perempuan ini saling bercumbu, mengulangi kenikmatan semalam.
Ia terbaring dengan manisnya, pemandangan yang indah paduan antara pinggul depan, pangkal paha, dan rerumputan sedikit di tengah menutup samara-samar huruf �V�, tanpa ada gumpalan lemaknya. Aku buka dengan pelan kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut, kemudian merambat ke paha mulusnya. Sementara tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku mulai bergetaran, lalu aku membuka selakangannya, menyibakkan rerumputan di sana. Aku ingin melihat secara jelas barang miliknya. Jariku menyentuh benda yang berwarna pink itu, mulai bagian atas membelai-belainya dengan lembut, sesekali mencubit dan membelai kembali. Bu Ita bergelincangan, tangannya makin erat memegang tititku. Kemudian jariku mulai masuk ke lorong, kemudian menari-nari di sana, seperti malam tadi. Tapi bibir, dan terowongan yang didominasi warna pink ini lebih jelas, bagai bunga mawar yang merekah. Beberapa saat aku melakukan permainan ini, dan menjadi paham dan jelas betul struktur kewanitaan bu Ita, yang menghebohkan semalam.
Gelora nafsu makin menggema dan menjalar seantero tubuh kami, saling mencium dan mencumbu, kian memanas dan berlari kejar-kejaran. Seperti ombak laut mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali yang dapat mengekang dari kami berdua. Apalagi ketika puncak kenikmatan mulai nampak dan mendekat ketat. Sebuah kejutan, tanpa aku duga sebelumnya penisku yang sejak tadi di urut-urut kemudian dikulum dengan lembutnya. Pertama dijilati kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga mulutnya. Rasanya saya diajak melayang ke angkasa tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi berikutnya dia mengambil posisi tidur terlentang, sementara aku pasang kuda-kuda, tengkurap yang bertumpu pada kedua tangan saya. Saya mulai memasukkan penisku ke arah lubang kewanitaan bu Ita yang tadi sudah saya �pelajari� bagian-bagiannya secara seksama itu. Benda ini memang rasanya tiada tara, ketika kumasukkan, tidak hanya saya yang merasakan enaknya penetrasi, tetapi juga bu Ita merasakan kenikmatan yang luar biasa, terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan lembut dari mulutnya.
�Ah�, desahnya setiap aku menekan senjataku ke arah selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya ke arah tititku. Kami berdua mengulangi mengarungi samodra birahi yang menakjubkan, pagi itu.
Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah sekitar pukul setengah delapan, saat Darti mencuci di belakang. Dalam perjalanan pulang aku termenung, Betapa kejadian semalam dapat berlangsung begitu cepat, tanpa liku-liku, tanpa terpikirkan sebelumnya. Sebuah wisata seks yang tak terduga sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih, prosesnya mulus, semulus paha bu Ita. Singkat, cepat dan mengalir begitu saja, namun membawa kenikmatan yang menghebohkan. Betapa aku bisa merasakan kehangatan tubuh bu Ita secara utuh, orang yang selama ini menjadi majikanku. Menyaksikan rona wajah bu Ita yang memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya, menunjukkan kedagaan seorang wanita yang mebutuhkan belaian dan kehangatan seorang pria.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, si kumbang muda makin sering mendatangi bunga untuk mengisap madu. Dan bunga itu masih segar saja, bahkan rasanya makin segar menggairahkan. Memang bunga itu masih mekar dan belum juga layu, atau memang tidak mau layu.
Unknown cerita ngentot

Cerita sex cerita ngentot Permainan Terlarang

Cerita sex cerita ngentot Permainan Terlarang

Ini pengalamanku sekitar 5 tahun yg lalu. Saat ini aku sudah berusia 38 tahun dan bekerja di salah satu instansi pemerintahan. Dan aku menikah sejak 9 tahun yg lalu dgn 2 anak. Aku berasal dr salah satu kota di Kalimantan dan kuliah di salah satu kota di Jawa. Selepas kuliah aku sempat kerja di perusahaan swasta setahun dan akhirnya diterima di instansi pemerintahan tempat aku bekerja skrg. Tuntutan pekerjaan membuat aku harus beberapa kali pindah kota dan pada 5 tahun yg lalu aku sempat ditempatkan di salah satu kota di propinsi asalku di Kalimantan yg berjarak sekitar 1-1,5 jam dari kota asalku. Pada saat itu istri dan anakku tidak ikut serta karena istriku harus bekerja dan terikat kontrak kerja yg tidak memperkenankannnya mengundurkan diri atau bermohon pindah sebelum 5 tahun masa kerjanya. Sehingga jadilah aku sendiri di sana dan tinggal di salah satu rumah orang tuaku yg mereka beli untuk investasi. Krn kebutulan aku pindah ke sana maka aku tinggal sendiri. Rumah tersebut berada di kompleks perumahan yg cukup luas namun cenderung sepi krn kebanyakan hanya menjadi tempat investasi alternatif saja, dan kalau ada yg tinggal adalah para pendatang yg mengontrak rumah di sana. Jadi lingkungan relatif apatis di sana.
Pada beberapa kesempatan aku kadang-kadang berkunjung ke tempat nenekku yg tinggal di suatu kabupaten (sekitar 4 jam dari kota tempat aku tinggal sekarang) utk sekedar silaturahmi dengan famili di sana. Pada salah satu kunjungan saya ke sana, saya sempat bertemu dengan salah seorang yg dalam hubungan kekerabatan bisa disebut nenekku juga di rumah salah satu famili, sebetulnya bukan nenek langsung. Persisnya ia adalah adik bungsu dari istri adik kakekku (susah ya ngurutnya). Usianya lebih tua sekitar 8-9 tahunan dariku. Profil mukanya seperti Yati Octavia (tentu Yati Octavia betulan lebih cantik), dengan kulit cenderung agak gelap, dan badannya sekarang sedikit agak gemuk. Walaupun terhitung nenekku, ia biasanya saya panggil bibi saja krn usianya ia risih dipanggil nenek. Pertemuan tsb sebetulnya biasa saja, tapi sebetulnya ada beberapa hal yg sedikit spesial terkait pertemuan tersebut. Pertama, saya baru tau kalau suaminya baru meninggal sekitar 1 tahunan yg lalu. Ia yg berstatus honorer di sebuah instansi pemerintah sedikit mengeluhkan kondisi kehidupannya (untung ia hidup di kota kabupaten yg kecil) dengan 2 anak perempuannya yg berusia 12 dan 8 tahun. Saat itu aku bilang akan mencoba utk membantu memperbaiki status honorernya dgn mencoba menghubungi beberapa relasi/kolegaku. Hal spesial yg lain adalah sedikit pengalamanku di masa lalu dgn dia yg sebetulnya agak memalukan bila diingat (saat itu saya berharap ia lupa). Wkt saya masih di bangku SMA, ia dan kadang bersama famili yg lain sering berkunjung ke rumahku krn ia pernah kuliah di kota kelahiranku namun kost di tempat lain. Ia kadang2 menginap di rumahku. Pada waktu ia nginap dengan beberapa famili yg lain, aku sering ngintip mereka mandi dan tidur. Sialnya sekali waktu, saat malam2 aku menyelinap ke kamarnya (di rumahku kamar tidur jarang di kunci), dan menyingkap kelambunya (dulu kelambu masih sering digunakan). Saya menikmati pemandangan di mana ia tidur telentang dan dasternya tersingkap sampai keliatan celana dalam dan sedikit perutnya. Saat itu saya mencoba mengusap tumpukan vaginanya yg terbungkus celana dalam dan pahanya. Setelah beberapa kali usapan ia tiba2 terbangun dan saya pun cepat2 menyingkir keluar kamar. Sepertinya ia sempat melihat saya, hanya saja ia tidak berteriak. Hari2 berikutnya saya selalu merasa risih bertemu dia, namun iapun bersikap seolah2 tdk terjadi apa2. Sejak saat itu saya tdk pernah coba2 lagi ngintip ia mandi dan tidur. Hal itu akhirnya seperti terlupakan setelah saya kuliah ke Jawa, ia menikah dan sayapun akhirnya menikah juga. Inilah pertemuan saya yg pertama sejak saya kuliah meninggalkan kota kelahiran saya.
Beberapa wkt kemudian pada beberapa instansi ada program perekrutan pegawai termasuk yg eks honorer termasuk pada instansi nenek mudaku tersebut. Pada suatu pembicaraan seperti yg pernah saya singgung sebelumnya, nenek mudaku tersebut sempat minta tolong agar ia bisa diangkat sbg pegawai tetap dan akupun kasak-kusuk menemui kenalanku agar nenek mudaku tersebut dapat dialihkan status honorernya menjadi pegawai. Aku beberapa kali menelpon nenek mudaku tersebut untuk meminta beberapa data dan dokumen yg diperlukan. Entah karena bantuan kenalanku atau bukan, akhirnya ia dinyatakan diterima sebagai pegawai. Nenek mudaku itu beberapa kali menelponku utk mengucapkan terima kasih, dan aku yg saat itu memang tulus membantunya juga ikut merasa senang.
Beberapa bulan kemudian aku mendapat telpon lagi dari nenek mudaku tersebut yang mengabarkan bhw ia akan ke kota tempatku bertugas karena ia harus mengikuti pelatihan terkait dengan pengangkatannya sebagai pegawai di salah satu balai pelatihan yang tempatnya relatif dekat dengan rumahku. Waktu itu ia menginformasikan akan menginap di balai pelatihan tersebut namun akan berkunjung ke rumahku juga.
Pada suatu hari Sabtu sore ia tiba di rumahku dengan membawa koper dan oleh2 berupa penganan khas daerahnya tinggal dan buah2an. Ia mengatakan hari pelatihannya dimulai hari Senin namun ia takut terlambat dan akan segera ke balai pelatihan tersebut malamnya. Aku tawarkan untuk istirahat dulu dan menginap satu malam. Namun karena kekahwatiran tersebut ia menolak untuk menginap dan hanya beristirahat saja. Maka ia kutunjukkan kamar tidur yang ada di samping kamar tidurku utk istirahat sejenak.
Tidak ada kejadian apa2 sampai saat itu, dan pada malam harinya ia kuantar ke balai latihan. Namun di balai latihan tersebut suasananya masih sepi dan baru 3 orang yang melapor itupun masih keluar jalan2. Melihat keraguan untuk masuk ke balai latihan tersebut kembali aku tawarkan untuk menginap di rumah dulu dan nanti Senin pagi baru kembali. Ia langsung menerima tawaranku sambil menambahkan komentar bahwa ia dengar balai pelatihan tersebut agak angker. Malam minggu ia menginap dan tidak ada kejadian yg spesial kecuali kami mengobrol sampai malam dan ia menyiapkan makanan/minumanku. Sampai saat itu belum terlintas apa2 dalam pikiranku. Namun ketika ia selesai mencuci piring dan melintas di depanku yaitu antara aku dan televisi yg sedang aku tonton ia berhenti untuk melihat acara televisi sejenak. Saat itu aku melihat silhuote tubuhnya di balik daster katunnya yang agak tipis diterobos cahaya monitor televisi. Saat itulah pikiranku mulai mengkhayalkan yang tidak2. Maklum aku jauh dari istri dan kalau ngesekspun dengan orang lain juga kadang2 (aku pernah ngeseks dengan PSK yg agak elit dan beberapa mahasiswi tapi frekuensinya jarang krn biaya tinggi). Saat itu ia saya suruh duduk dekat saya utk nonton TV bersama2. Kami pun ngobrol ngalor ngidul sampai malam dan ia pun pamit utk tidur. Malam Seninnya juga tidak terjadi apa2 kecuali saat ngobrol sudah mulai bersifat pribadi tentang masalah-masalahnya seperti anaknya yg perlu uang sekolah dan lainnya. Aku katakan bahwa aku akan bantu sedikit keuangannya dan iapun berterima kasih berkali2 dan mengatakan sangat berhutang budi padaku.
Senin paginya ia kuantar ke balai pelatihan tersebut dan dengan membawakan kopernya saya ikut masuk ke kamarnya yang mestinya bisa untuk 6 orang. Dengan menginapnya ia di sana, maka buyarlah angan2 erotisku pd dirinya dan akupun terus ke kantorku utk kerja seperti biasa. Namun pada sore hari aku menerima telpon yang ternyata dari nenek mudaku tersebut. Ia mengatakan bahwa agak ragu2 menginap di balai pelatihan tersebut krn ternyata semua teman2 perempuannya tidak menginap di situ, tapi di rumah familinya masing2 yg ada di kota ini sehingga di kamar yg cukup utk 6 orang itu ia tinggal sendiri kecuali jam istirahat siang baru beberapa rekan perempuannya ikut istirahat di situ. Dgn bersemangat aku menawarkan ia menginap di rumah lagi sambil melontarkan kekhawatiranku kalau ia sendiri di situ (sekedar akting). Ia terima tawaranku dan aku berjanji akan menjemput dia sepulang kantor.
Akhirnya iapun menginap di rumahku dan rencananya akan sampai sebulan sampai pelatihan selesai. Angan2ku kembali melambung namun aku masih tdk berani apa2 mengingat penampilannya yg sdh sangat keibuan, kedudukannya dalam kekerabatan kami yg terhitung nenek saya, dan sehari2nya kalau keluar rumah pakai kerudung (tapi bukan jilbab). Aku betul2 memeras otak namun tdk pernah ketemu bagaimana cara bisa menyetubuhinya tanpa ada resiko penolakan. Aku sedikit melakukan pendekatan yg halus. Sekedar utk memberi perhatian dan sedikit akal bulus sempat aku belikan ia baju dan daster. Utk daster aku pilihkan ia yg cenderung tipis dan model you can see. Hampir setiap malam ia aku ajak keluar makan malam atau belanja (walupun pernah ia sekali menolak dgn alasan capek). Kalau ada kesempatan aku kadang2 mendempetkan badanku ke badannya bila lagi jalan kaki bersama atau duduk makan berdua di rumah makan. Aku juga sering keluar kamar mandi (kamar mandi di rumahku ada di luar kamar tidur) dgn hanya melilitkan handuk di badan. Selain itu aku juga kadang menyapa dan memujinyaa sambil memegang salah satu atau kedua pundaknya bila ia memasak sarapan pagi di dapur. Dari semua itu saya belum bisa menangkap apakah responnya positif terhadap aku. Dan setelah hampir 1 minggu, yaitu pada hari Sabtu pagi iapun pamit pulang ke kotanya untuk menengok anaknya yg agak sakit dan akan kembali minggu malamnya. Iapun pulang dan aku yg sendirian di rumah akhirnya juga keluar kota ke kota kelahiranku yg jaraknya cuma 1 jam dr kota tinggalku utk main2 dgn teman2 masa SMAku serta silaturahmi ke rumah orang tuaku.
Saat bertemu teman2 lamaku aku agak banyak minum bir dan waktu tidurku agak kurang. Sore menjelang Maghirib akupun pulang ke kota di mana aku tinggal, terlintas sebuah rencana utk menggauli nenek mudaku yg saya perkirakan akan lebih duluan sampai di rumahku (ia kukasihkan kunci duplikat rumah utk antisipasi seandainya aku tdk ada dirumah bila ia datang).
Sayapun sampai di rumah dan memang benar ia sudah ada di rumah. Ia bertanya kepadaku kenapa aku pucat dan keringatan dan saat ia pegang dahi dan tanganku ia bilang agak hangat (mugkin krn pengaruh begadang). Aku hanya berkomentar bhw aku mau cerita tapi tdk enak dan minta agar malam ini makan malam di rumah saja krn aku tdk enak badan. Ia tdk keberatan dan tanya aku mau makan apa, aku bilang aku cuma mau makan indomie telur dan iapun setuju. Seperti kebiasaannya ia selalu buatkan aku kopi dan teh utk dirinya, tak terkecuali malam itu.
Melihat aku masih pucat ia menawarkan obat flu tapi aku bilang aku tdk flu dan tdk bisa cerita sambil pergi dengan pura2 sempoyongan ke kamarku dan bilang aku mau istirahat. Aku masuk kamar dan membuka baju dan berbaring di tempat tidur dgn hanya pakai celana pendek. Iapun menyusulku ke kamarku dan dgn iba bertanya kenapa dan apa yg bisa ia bantu. Dalam hatiku aku mulai tersenyum dan mulai melihat suatu peluang. Ia bahkan menawarkan utk memijat atau mengerik punggungku, tapi aku mau langsung ke sasaran saja dengan mempersiapkan sebuah cerita rekayasa.
Akhirnya aku menatap ia dan menanyakan apakah ia mau tau kenapa aku begini dan mau menolong saya. Ia segera menjawab bahwa ia akan senang sekali bisa menolong saya krn saya sudah banyak membantunya. Iapun kusuruh duduk di tempat tidur dan dengan memasang mimik serius dan memelas sambil memegang salah satu tangannya akupun bercerita. Aku karang cerita bhw aku baru saja kumpul2 sama teman2ku waktu ke luar kota tadi sore. Terus ada salah satu temanku yg bawa obat perangsang yg aku kira adalah obat suplemen penyegar badan. Karena tdk tau, obat itu aku minum dan skrg efeknya jadi begini di mana aku kepingin ML dgn perempuan. Aku karang cerita bhw bila tdk tersalur itu akan membahayakan kesehatanku sementara istriku tdk ada di sini. Aku juga mengarang cerita bhw aku sudah mengupayakan onani tapi tdk berhasil dan tdk mungkin aku mencari PSK krn tdk biasa. Aku katakan bhw dgn terpaksa dan berat hati aku mengajak ia bersedia utk ML denganku utk kepentingan kesehatanku.
Mendengar ceritaku ia terdiam dan menundukkan wajahnya, tapi salah satu tangannya tetap kupegang sambil kubelai dengan lembut. Melihat itu, aku lanjutkan dgn berkata bhw kalau ia tdk bersedia agar tdk usah memaksakan diri dan aku mohon maaf dgn sikapku krn ini pengaruh obat perangsang yg terminum olehku. Selain itu kusampaikan bahwa biarlah kutanggung akibat kesalahan minum obat tersebut dan aku katakan lagi bhw aku sadar kalau permintaanku itu tdk pantas tapi aku tdk bisa melihat jalan keluar lain sambil minta ia memikirkan solusi selain yg kutawarkan. Ia tetap diam, namun kurasakan bhw nafasnya mulai memburu dan dengan lirih ia berkata apa aku benar2 mau ML sama dia padahal ia merasa ia sudah agak tua, tdk terlalu cantik, agak sedikit gemuk dan berasal dari kampung. Aku jawab bahwa ia masih menarik, namun yg penting aku harus menyalurkan hasratku. Ia diam lagi dan aku duduk dikasur sambil tanganku merangkul dan membelai pundaknya yg terbuka karena dasternya model you can see. Kulitnya terasa masih halus dan sedikit kuremas pundaknya yg agak lunak dagingnya. Mukanya pucat dan bersemu merah berganti2, ia juga terlihat gelisah.
Sedikit lama situasi seperti itu terjadi tapi aku tdk tau entah berapa lama, sampai aku mengulang pertanyaanku kembali (walaupun aku sudah yakin ia tdk akan menolak) dan akhirnya ada suara pelan dan lirih dari mulutnya. Aku tdk tau apa yg ia katakan tapi instingku mengatakan itu tanda persetujuan dan dengan pelan aku dekatkan mukaku ke wajahnya. Mula2 aku cium dahinya, setelah itu mulutku menuju pipinya. Ia hanya memejamkan mata, namun gerakan wajahnya yg sedikit maju sudah menjadi isyarat bhw ia tdk keberatan. Sedikit lama aku mencium kedua pipinya dan aku sejenak mencium hidungnya (di situ kurasakan desah nafasnya agak memburu) lalu akhirnya aku mencium bibirnya yg sudah agak terbuka sejak tadi. Sambil melakukan itu kedua tanganku juga beraksi dengan halus. Tangan kananku merangkulnya melewati belakang kepalanya kadang di bahu kanannya dan kadang di tengkuknya di belakang rambutnya yg terurai. Sedang tangan kiriku merangkul punggungnya dan mengusap paha kanannya secara bergantian.
Ciuman bibir mulai kuintensifkan dengan memasukan lidahku ke mulutnya. Ia gelagapan namun tangan kananku memegang tengkuknya untuk meredam gerakan kepalanya. Ternyata ia tidak biasa dicium dgn memasukan lidah ke mulut yg kelak baru saya ketahui belakangan.. Tangan kiriku terus bergerilya, aku menarik bagian bawah dasternya yg ia duduki agar tangan kiriku bisa masuk ke sela2 antara daster dan punggungnya. Berhasil, tanganku mengusap punggungnya yg halus namun masih kurasakan tali BH nya di situ. Dengan pelan2 kubuka tali BH nya. Terasa ada sedikit perlawanan dari dia dengan menggerak2an punggungnya sedikit. Iapun hampir melepaskan mulutnya dari mulutku. Namun bibirku terus mengunci bibirnnya dan tugas tangan kiriku membuka pengait BH nya dibelakan sudah terlaksana. Tangan kananku langsung berpindah dengan menyelinap di balik daster bagian depan dan menuju BH nya yg sudah terbuka. Aku biarkan BH tsb dan tangan kananku menyelinap di antara BH dan payudaranya. Aku elus2 dan cubit2 pelan payudara di sekitar putingnya beberapa saat sebelum akhirnya menuju puting sampai akhirnya payudara yang memang sudah tidak terlalu kencang tapi cukup besar itu kuremas2 bergantian kiri dan kanan. Saat itu mulutnya menggigit bibirku, aku terkaget2, dan dengan cepat kutanggalkan daster dan BHnya dan ia kutelentangkan dikasurku. Ia rebah di kasurku dengan hanya mengenakan celana dalam yg sudah tua dan sedikit lubangnya di bagian selangkangannya. Aku langsung menggumulinya dengan mulutku langsung menuju mulutnya. Ia sempat melenguhkan suara yg sepertinya menyebut namaku. Aku tidak peduli. Mulutku bergeser ke lehernya dan kudengar ia berkata dgn tidak jelas �. ?aduh kenapa kita jadi begini??. Aku tdk peduli dan mulutkupun bergeser ke payudaranya secara bergantion. Akhirnya suaranya yg awalnya seperti keberatan menjadi berganti dengan lenguhan dan desahan yg lirih.
Aku bangkit dr badannya sejenak utk melepaskan celanaku sampai akupun telanjang bulat. Kulihat ia sedikit kaget dan matanya terbuka melihatku seolah2 tak rela aku melepaskan tubuhnya. Namun secepat kilat setelah aku telanjang bulat aku kembali menggumulinya dan melumat bibirnya habis2an. Kedua tanganku merangkulnya dengan memegang erat bahu dan belakang kepalanya. Kupeluk ia erat2 dan iapun membalas ciuman bibirku dengan hangat bahkan liar. Matanya terpejam dan kedua tangannyapun memeluk diriku dan kadang megusap punggungku. Mulutku beralih ke payudaranya. Sekarang aku baru bisa melihat jelas bentuk payudara dan tubuhnya yg lain. Memang bukan bentuk yg ideal sebagaimana umumnya diceritakan di cerita2 saru lainnya. Payudaranya memang besar (aku tidak tau ukurannya) tapi sedikit turun dan tdk kencang. Tubuhnya masih proporsional walaupun cenderung gemuk dengan adanya lipatan2 lemak di pinggangnya dan perut yg kendur karena bekas melahirkan (mungkin), namun kulitnya begitu halus. Mulutku lalu melumat puting payudaranya yg kiri dan tangan kiriku meremas payudara yg kanan. Sedang tangan kananku bergerilya ke selangkangannya dan mengusap2 bagian yg masih terbungkus celana dalam tersebut. Jari2 tanganku menemukan lubang pada robekan celana dalamnya yg sudah tua sehingga jari2ku tsb bisa mengakses ke bagian selangkangannya yang mulai lembab pd rambutnya yg kurasakan cukup lebat. Jari2 kananku memainkan klitorisnya dan kadang2 kumasukkan ke dalam lubangnya sambil menggesaek2annya. Kurasakan desahan dan lenguhannya sedikit lebih keras menceracau. Sekilas kulihat kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan dengan pelan tapi mulai liar. Tangan kirinya dia angkat sehingga jarinya ada didekat telinga kirinya sambil meremas2 seprai dan ujung bantal tidak karuan. Tangan kanannya mengusap kepala dan menarik2 rambutku.
Akupun mulai tdk bisa menahan diri lagi karena penisku sudah berdiri tegak sejak tadi. Ukuran penisku biasa2 saja (sebetulnya aku agak heran dgn ceritaa erotis yg bilang sampai 20 cm, aku tdk pernah mengukur sendiri). Kutarik celana dalamnya sampai lepas. Kemudian aku melepaskan tubuhnya dan mengambil posisi di antara dua pahanya. Waktu kulepas tubuhnya sejenak tadi ia sempat tersetak dan matanya terbuka seolah2 bertanya kenapa. Tapi begitu melihat aku sudah dalam posisi siap mengeksekusi dirinya iapun mulai memejamkan matanya lagi. Sambil kuremas2 payudaranya sebelum memasukan rudalku ke liangnya aku sedikit berbasa basi dan menanyakan apa ia ikhlas aku setubuhi malam ini. Dengan lirih ia mempersilakan dan bibirnya sedikit tersenyum. Kedua tangannya menarik badanku dan akupun mulai memasukkan penisku ke lubangnya. Walaupun sudah lembab dan ia pernah melahirkan, ternayata aku tdk bisa langsunga memasukkan penisku. Sampai2 tangan wanita yg telah lama menjanda dan kehidupan sehari2nya begitu kolot ini ikut membantu mengarahkan rudalku ke lubangnya. Rupanya nafsunya sudah membuat ia terlupa.
Di luar terdengar hujan mulai turun dengan lebat menambah liarnya suasana di kamarku dan pintu kamarku masih terbuka krn aku yakin tdk ada siapa2 lagi di rumah tipe 60 milik orang tuaku ini. Ujung rudalku mencoba merangsek kelubangnya scr pelan2 dgn gerakan maju mundur dan kadang2 berputar di area mulut lubangnya. Tidak terlalu lama rudalku mulai menembus liang senggamanya. Kepalanya bergerak ke kiri dan kanan. Matanya merem dan kadang setengah terbuka. Tangannya ke sana kemari kadang meremas seprai dan ujung bantal, kadang meremas rambutku dan kadang mengusap punggung dan bahkan mencakar punggung atau dadaku. Pinggulnya kadang menyentak maju menuju rudalku seolah2 sangat ingin agar rudalku segera masuk. Akhirnya rudalku yg sudah masuk sepertiganya ke liang senggamanya kucabut tiba2. Terlihat ia kaget dan membuka matanya. Ia memanggil namaku dengan suara yg sudah dikuasai birahi dan bertanya ada apa. Namun sebelum selesai pertanyaannya aku langsung dengan cepat dan sedikit tekanan menghujamkan rudalku ke liangnya yg walaupun sedikit seret tapi akhirnya bisa masuk seluruhnya ke dalam lubangnya dan aku memeluknya dengan mukaku begitu dekat dengan mukanya sambil menatap wajahnya yg penuh kepasrahan namun juga dikuasai birahi yg kuat.
Ia tersentak dan melenguh keras ����.. aaaaaaaahh �. sejenak aku mendiamkannya dengan posisi seperti itu. Ia mencoba menggerakkan pinggulnya maju dan mundur dengan ruang gerak yg terbatas. Aku pun mulai menggerakkan pinggulku ke belakang dan ke depan dengan gerakan pelan tapi pasti. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya dengan liar. Ia menceracau dan terus mendesah dan pinggulnya mencoba utk membawa diriku menggoyangnya lebih cepat lagi. Entah beberapa kali namaku ia sebut. Ia juga menceracau ia sayang dan mencintaiku. Dan aku yg sudah terbawa gelombang birahipun tidak memanggil ia ?bibi? lagi (ia sebetulnya terhitung nenekku, namun krn usianya tdk terlalu tua maka ia sering dipanggil bibi). Ya � dalam keadaan birahi tsb aku juga kadang menceracau memanggil namanya saja. Seperti tdk ada perbedaan usia dan kedudukan di antara kami.
Entah berapa lama aku menggoyangnya dengan gerakan yang sedang2 saja, tiba2 kedua tangannya merangkul tubuhku utk lebih merapat dengan dia. Aku pun melepaskan payudaranya dan juga akan merangkul tubuhnya. Kurasakan betapa lunak dan empuk tubuhnya yg agak gemuk dan memang sudah tidak terlalu sexy itu ketika kudekap. Semua bagian tubuhnya tidak ada yg kencang lagi. Namun kelunakan tubuhnya dan kehalusan kulitnya ditambah pertemuan dan gesekan antara kulit dadaku dgn kedua payudaranya membawa sensasi yg luar biasa bagi diriku. Irama gerakan pinggulku dan pinggulnya tetap stabil. Tiba2 ia mendesah dengan suara yg agak berbeda dan kedua matanya memejam rapat2. Ia mempererat dekapannya dan mengangkat pinggulnya agar selangkangannya lebih rapat dengan selangkanganku. Setelah itu kedua kakinya mencoba mengkait kedua kakiku. Gerakan bibir dan raut mukanya menunjukan kelelahan tercampur dengan kenikmatan yg amat sangat. Rupanya ia sudah orgasme. Ia membuka matanya dan wajahnya ia dekatkan ke wajahku sambil bibirnya terbuka dan memperlihatkan isyarat utk minta aku cium. Bibirkupun menyambar bibirnya dan saling melumat. Ketika lidahku masuk kemulutnya, ternyata ia sudah bisa mengimbangi walaupun dengan terengah2. Terbayang reaksinya waktu orgasme tadi maka gairahku menjadi meningkat. Walaupun tau ia sudah orgasme beberapa saat setelah itu aku mulai meningkatkan kecepatan irama gerakan pinggulku utk membawa rudalku menghujam2 liang senggamanya.
Walaupun sambil berciuman aku tetap mempercepat gerakan pinggulku. Awalnya pinggulnya mencoba mengikuti gerakan pinggulku. Namun tiba2 ia melepaskan mulutku dan kepalanya bergerak kekiri dan diam dengan posisi miring ke kiri sehingga aku hanya bisa mencium pipi kanannya. Matanya merem melek. Dekapan tangannya ketubuhkupun ia lepaskan dan ia angkat ke atas sehingga jari2 kedua tangannya hanya meremas2 seprai di atas kepalanya. Kedua kakinya berubah gerakan menjadi mengangkang dengan seluas2nya. Aku jadi mempecepat gerakan pinggulku. Bahkan gerakan rudalku menjadi lebih ganas yaitu saat aku memundurkan pinggulku maka rudal keluar seluruhnya sampai di depan mulut liang senggamanya namun secepat kilat masuk lagi ke dalam lubangnya dan begitu seterusnya namun tdk pernah meleset. Tangan kiriku kembali meraba payu daranya dan kadang2 ke klitorisnya. Ia menceracau dan kali ini tidak menyebut namaku namun berkali bilang ?aduh �. ampun � sayang �? atau ?kasian aku sayang? dan bahkan ia bilang sudah tidak tahan lagi. Namun aku tau ia terbawa kenikmatan yg luar biasa yang sekian tahun tidak pernah ia rasakan. Malam dingin dan AC di kamarku tdk bisa menahan keluarnya keringat di tubuh kami.
Tiba2 kembali ia melenguh, kali ini lebih keras dan mulutnya maju mencari bibirku. Ya, ia kembali orgasme. Aku tidak menghiraukan mulutnya namun lebih berkosentrasi utk mempercepat gerakan pantatku sambil aku putar. Putus asa ia mencoba mencium bibirku ia rebah kembali, namun pd saat itu akupun mencapai puncaknya dan rudalku menyemburkan sperma yang banyak ke liang senggamanya. Sementara liang senggamanya berdenyut menerima sperma hangatku. Aku terkulai di atas tubuhnya dengan rudalku masih di dalam liang senggamanya. Kami berpelkan dgn sangat erat seolah2 tubuh kami ingin menjadi satu. Kami berciuman dan saling membelai. Berkali2 kami saling mengucapkan sayang. Iapun mengungkapkan betapa bahagianya ia krn selain bisa menolongku menyalurkan libidoku, juga ia merasa terpuaskan kebutuhan yang tdk pernah ia rasakan sekian tahu. Apalagi ketika setelah itu ia semapat bercerita betapa almarhum suaminya begitu kolot dalam bercinta dan sekedar mengeluarkan sperma saja. Ia baru tau bahwa bercinta dengan laki2 dapat lebih nikmat dibanding yg pernah ia rasakan.
Kami tertidur sambil berpelukan. Paginya ketika terbangun jam 8 pagi kami bercinta lagi dengan sebelumnya menelpon ke tempat diklatnya utk memberitahukan bahwa ia tdk enak badan. Ia adalah tipe wanina yg juga agak kolot. Beberapa variasi ia lakukan dgn kikuk. Ia sering tdk bersedia bila vaginanya aku oral dgn alasan tdk sampai hati melihat aku yg banyak menolongnya mengoral vaginanya. Tapi ia mau mengoral penisku kadang2. Biasanya ia mau kalau ia sudah tdk bisa mengimbangi permainanku sedang aku masih mau bercinta.
Selama sebulan ia tinggal di rumahku dan kami sudah seperti suami istri �. bahkan percintaan kami sering lebih panas. 2 hari setelah percintaan kami yg pertama aku malah sempat mengantar ia ke dokter utk pasang spiral agar tdk terjadi hal2 yg tdk diinginkan. Hal yg kusuka darinya adalah ia ternyata pandai menyembunyikan hubungan kami. Jadi bila ada tamu atau famili datang ke rumahku, sikap kami biasa2 saja. Memang aku sempat mendoktrin dia bhw hubungan kami ini adalah hubungan terlarang, namun krn awalnya menolongku maka tdk apa2 dilanjutkan krn ia harus mengerti dgn kebutuhanku sbg laki2 drpd aku kena penyakit bercinta di luaran maka ia tdk perlu tanggung2 menolongku. Selain itu hal yg kusukai dr dia adalah sikapnya yg berbakti kepadaku bila kami berdua saja. Hampir semua permintaanku mau ia terima selama ia anggap permainan normal. Ia bilang itu ia lakukan krn aku banyak menolongnya.
Kadang2 aku memutarkan kaset video BF utk memperlihatkan beberapa variasi padanya. Aku bahkan sempat melakukan penetrasi di anusnya. Sebetulnya kesediaannya utk disodomi itu dilakukan dgn terpaksa krn pd saat kami melakukan foreplay ternyata ia menstruasi. Melihat aku sudah di puncak birahi ia mencoba melakukannya dengan tangan dan mulut tapi tdk berhasil krn ia mmg tdk terlalu lihay. Akhirnya dengan dibantu hand body cream maka anusnya lah yg jadi sasaranku. Sebetulnya aku kasian juga melihat ia menitikan airmata waktu aku mulai menusukan rudalku ke anusnya. Tapi karena aku sudah berada di ujung kenikmatan maka aku tetap melakukannya.
Krn di rumah hanya kami berdua maka kami melakukannya di mana saja, bisa di kamar mandi, bisa di depan TV, dan lainnya. Hal yg paling mengesankan adalah suatu hari pada saat saya pulang jam istirahat siang, ternyata iapun baru pulang juga utk istirahat di rumah krn ada informasi instrukturnya akan datang terlambat sekitar setengah atau satu jam. Mendengar penyampaiannya itu aku langsung mutup pintu rumah dan menyergapnya. Aku baringkan ia di atas hambal di ruang tengah depan TV. Ia gelagapan dan berteriak2 senang sambil berpura2 protes. Aku hanya menurunkan celana tidak sampai lepas dan iapun cuma kusingkapkan rok panjangnya dan melepaskan celana dalamnya. Baju PNS nya hanya kubuka kancingnya dan menarik BHnya ke atas. Kerudungnya aku biarkan terpasang. Sehingga kamu bercinta dgn tdk sepenuhnya telanjang. Mungkin krn agak tegang permainan kami menjadi lebih lama dr permainan biasanya. Akhirnya kami istirahat di rumah dengan hanya makan nasi dan telur dadar krn waktu istirahat tersita utk bercinta.
Pada saat ia kembali ke kotanya kami masih berhubungan sebulan 3-4 kali dalam sebulan. Namun setelah aku pindah ke kota lain hubungan kami jadi sangat jarang. Terakhir ia menikah lagi dengan seorang duda yang usianya 7 tahun lebih tua dari dia. Itupun ia terima setelah aku yg mendorong utk menerimanya wkt ia menceritakan bhw ada orang yg mau melamarnya.
Demikianlah ceritaku. Sebetulnya sampai saat ia bersuamipun aku tau kalau aku datang kepada dirinya dan ia punya waktu maka ia akan bersedia melayaniku. Hanya aku tdk mau mengambil resiko yg lebih tinggi.

Cerita ngentot tante yang super montok

Cerita ngentot tante yang super montok tetanggaku yang montok banget nih  , memang asyik banget kalo dibaca malam hari .jangan lewatkan pula cerita ngentot yang paling banyak dibaca di beritakonyol.com ini Cerita ngentot terbaru : Menaklukkan kakak ipar
 
Cerita dewasa sebelumnya :



Panggil saja aku Ade, panggilan sehari-hari meski aku bukan anak bontot. Aku murid SMU kelas 3. Aku tinggal di sebuah perumahan di Jakarta. Daerahnya mirip-mirip di PI deh, tapi bukan perumahan "or-kay" kok. Sekitar beberapa bulan lalu, rumah kontrakan kosong di sebelah kiri rumahku ditempati oleh keluarga baru. Awalnya mereka jarang kelihatan, namun sekitardua minggu kemudian mereka sudah cepat akrab dengan tetangga?tetangga sekitar. Ternyata penghuninya seorang wanita dengan perkiraanku umurnya baru 30-an, anak perempuannya dan seorang PRT. Nama lengkapnya aku tidak tahu, namun nama panggilannya Tante Yana. Anaknya bernama Anita, sepantaran denganku, siswi SMU kelas 3. Ternyata Tante Yana adalah janda seorang bulekalau tidak salah, asal Perancis. Sikapnya friendly, gampang diajak ngobrol. Tapi, yang paling utama adalah penampilannya yang "mengundang". Rambutnya ikal di bawah telinga. Kulitnya coklat muda. Bodinya tidak langsing tapi kalau dilihat terus, malah jadi seksi. Payudaranya juga besar. Taksiranku sekitar 36-an.

Cerita ngentot tante Yang membikin mengundang adalah Tante Yana sering memakai baju sleeveless dengan celana pendek sekitar empat jari dari lutut. Kalau duduk, celananya nampak sempit oleh pahanya. Wajahnya tidak cantik?cantik amat, wajah ciri khas Indonesia, tipe yang disuka orang-orang bule. Seperti bodinya, wajahnya juga kalau diperhatikan, apalagi kalau bajunya agak "terbuka", malah jadi muka?muka ranjang gitu deh. Dari cara berpakaiannya aku mengira kalau Tante Yana ituhypersex. Kalau Anita, kebalikan ibunya. Wajahnya cantik Indo, dan kulitnya putih. Rambutnya hitam kecoklatan, belah pinggir sebahu. Meski buah dadanya tidak terlalu besar, kecocokan pakaiannya justru membuat Anita jadi seksi. Nampaknya aku terserang sindrom tetangga sebelah nih.

Berhari-hari berlalu, nafsuku terhadap Tante Yana semakin bergolak sehingga aku sering nekat ngumpet di balik semak-semak, onani sambil melihati Tante Yana kalau sedang di luar rumah. Tapi terhadap Anita, nafsuku hanya sedikit, itu juga karena kecantikannya dan kulit putihnya. Nafsu besarku kadang-kadang membuatku ingin menunjukkan batangku di depan Tante Yana dan onani didepan dia. Pernah sesekali kujalankan niatku itu, namun pas Tante Yana lewat, buru-buru kututup "anu"-ku dengan baju, karena takut tiba-tiba Tante Yana melapor sama ortu. Tapi, kenyataannya berbeda. Tante Yana justru menyapaku, (dan kusapa balik sambil menutupi kemaluanku), dan pas di depan pagar rumahnya, ia tersenyum sinis yang menjurus ke senyuman nakal. "Ehem.. hmm.." dengan sorotan mata nakal pula. Sejenak aku terbengong dan menelan ludah, serta malah tambahnafsu.

Kemudian, pada suatu waktu, kuingat sekali itu hari Rabu. Saat aku pulang kuliah dan mau membuka pagar rumah, Tante Yana memanggilku dengan lembut, "De, sini dulu.. Tante bikinin makanan nih buat papa-mamamu." Langsung saja kujawab, "Ooh, iya Tante.." Nafasku langsung memburu, dan dag dig dug. Setengah batinku takut dan ragu-ragu, dan setengahnya lagi justru menyuruh supaya "mengajak" Tante Yana. Tante Yana memakai baju sleeveless hijau muda, dan celana pendek hijau muda juga. Setelah masuk ke ruang tamunya, ternyata Tante Yana hanya sendirian, katanya pembantunya lagi belanja. Keadaan tersebut membuatku semakin dag dig dug. Tiba-tiba tante memanggilku dari arah dapur, "De, sini nih.. makanannya." Memang benar sih, ada beberapa piring makanan di atas baki sudah Tante Yana susun.

Saat aku mau mengangkat bakinya, tiba-tiba tangan kanan Tante Yana mengelus pinggangku sementara tangan kirinya mengelus punggungku. Tante Yana lalu merapatkan wajahnya di pipiku sambil berkata, "De, mm.. kamu.. nakal juga yah ternyata.." Dengan tergagap-gagap aku berbicara, "Emm.. ee.. nakal gimana sih Tante?" Jantungku tambah cepat berdegup. "Hmm hmm.. pura-pura nggak inget yah? Kamu nakal.. ngeluarin titit, udah gitu ngocok-ngocok.."Tante Yana meneruskan bicaranya sambil meraba-raba pipi dekat bibirku. Kontan saja aku tambah gagap plus kaget karena Tante Yana ternyata mengetahuinya. Itulah sebabnya dia tersenyum sinis dan nakal waktu itu. Aku tambah gagap, "Eeehh? Eee.. itu.." Tante Yana langsung memotong sambil berbisik sambil terus mengelus pipiku dan bahkan pantatku. "Kamu mau yah sama Tante? Hmm?" Tanpa banyak omong-omong lagi, tante langsung mencium ujung bibir kananku dengan sedikit sentuhan ujung lidahnya.

Ternyata benar perkiraanku, Tante Yana hypersex. Aku tidak mau kalah, kubalas segeraciumannya ke bibir tebal seksinya itu. Lalu kusenderkan diriku di tembok sebelah wastafel dan kuangkat pahanya ke pinggangku. Ciuman Tante Yana sangat erotis dan bertempo cepat. Kurasakan bibirku dan sebagian pipiku basah karena dijilati oleh Tante Yana. Pahanya yang tadi kuangkat kini menggesek-gesek pinggangku. Akibat erotisnya ciuman Tante Yana, nafsuku menjadi bertambah. Kumasukkan kedua tanganku ke balik bajunya di punggungnya seperti memeluk, dan kuelusi punggungnya. Saat kuelus punggungnya, Tante Yana mendongakkan kepalanya dan terengah. Sesekali tanganku mengenai tali BH-nya yang kemudian terlepas akibat gesekan tanganku. Kemudian Tante Yana mencabut bibirnya dari bibirku, menyudahi ciuman dan mengajakkuuntuk ke kamarnya.

Kami buru-buru ke kamarnya karena sangat bernafsu. Aku sampai tidak memperhatikan bentuk dan isi kamarnya, langsung direbah oleh Tante Yana dan meneruskan ciuman. Posisi Tante Yana adalah posisi senggama kesukaanku yaitu nungging. Ciumannya benar-benar erotis. Kumasukkan tanganku ke celananya dan aku langsung mengelus belahan pantatnya yang hampir mengenai belahan vaginanya. Tante Yana yang hyper itu langsung melucuti kaosku dengan agak cepat. Tapi setelah itu ada adegan baru yang belum pernah kulihat baik di film semi ataupun di BF manapun. Tante Yana meludahi dada abdomen-ku dan menjilatinya kembali. Sesekali aku merasa seperti ngilu ketikalidah Tante Yana mengenai pusarku. Ketika aku mencoba mengangkat kepalaku, kulihat bagian leher kaos tante Yana kendor, sehingga buah dadanya yang bergoyang-goyang terlihat jelas. Kemudian kupegang pinggangnya dan kupindahkan posisinya ke bawahku. Lalu, kulucuti kaosnya serta beha nya, kulanjutkan menghisapi puting payudaranya. Nampak Tante Yana kembali mendongakkan kepalanya dan terengah sesekali memanggil namaku.

Sambil terus menghisap dan menjilati payudaranya, kulepas celana panjangku dan celana dalamku dan kubuang ke lantai. Ternyata pas kupegang "anu"-ku, sudah ereksi dengan level maksimum. Sangat keras dan ketika kukocok-kocok sesekali mengenai dan menggesek urat-uratnya. Tante Yana pun melepas celana-celananya dan mengelusi bulu-bulu dan lubang vaginanya. Ia juga meraup sedikit mani dari vaginanya dan memasukkan jari-jari tersebut ke mulutku. Aku langsung menurunkan kepalaku dan menjilati daerah "bawah" Tante Yana. Rasanya agak seperti asin-asinditambah lagi adanya cairan yang keluar dari lubang "anu"-nya Tante Yana. Tapi tetap saja aku menikmatinya. Di tengah enaknya menjilat-jilati, ada suara seperti pintu terbuka namun terdengarnya tidak begitu jelas. Aku takut ketahuan oleh pembantunya atau Anita.

Sejenak aku berhenti dan ngomong sama Tante Yana, "Eh.. Tante.." Ternyata tante justru meneruskan "adegan" dan berkata, "Ehh.. bukan siapa-siapa.. egghh.." sambil mendesah. Posisiku kini di bawah lagi dan sekarang Tante Yana sedang menghisap "lollypop". Ereksikusemakin maksimum ketika bibir dan lidah Tante Yana menyentuh bagian-bagian batangku. Tante Yanamengulangi adegan meludahi kembali. Ujung penisku diludahi dan sekujurnya dijilati perlahan. Bayangkan, bagaimana ereksiku tidak tambah maksimum?? Tak lama, Tante Yana yang tadinya nungging, ganti posisi berlutut di atas pinggangku. Tante Yana bermaksud melakukan senggama. Aku sempat kaget dan bengong melihat Tante Yana dengan perlahan memegang dan mengarahkan penisku ke lubangnya layaknya film BF saja. Tapi setelah ujungnya masuk ke liang senggama, kembali aku seperti ngilu terutama di bagian pinggang dan selangkanganku dimana kejadian itusemakin menambah nafsuku.

Tante mulai menggoyangkan tubuhnya dengan arah atas-bawah awalnya dengan perlahan. Aku merasa sangat nikmat meskipun Tante Yana sudah tidak virgin. Di dalam liang itu, aku merasa adacairan hangat di sekujur batang kemaluanku. Sambil kugoyangkan juga badanku, kuelus pinggangnya dan sesekali buah dadanya kuremas-remas. Tante Yana juga mengelus-elus dada dan pinggangku sambil terus bergoyang dan melihatiku dengan tersenyum. Mungkin karena nafsu yang besar, Tante Yana bergoyang sangat cepat tak beraturan entah itu maju-mundur atau atas bawah. Sampai-sampai sesekali aku mendengar suara "Ngik ngik ngik" dari kaki ranjangnya. Akibat bergoyang sangat cepat, tubuh Tante Yana berkeringat. Segera kuelus badannya yang berkeringat dan kujilatitanganku yang penuh keringat dia itu.

Lalu posisinya berganti lagi, jadinya aku bersandar di ujung ranjang, dan Tante Yana menduduki pahaku. Jadinya, aku bisa mudah menciumi dada dan payudaranya. Juga kujilati tubuhnya yang masih sedikit berkeringat itu, lalu aku menggesekkan tubuhku yang juga sedikit berkeringat kedada Tante Yana. Tidak kupikirkan waktu itu kalau yang kujilati adalah keringat karena nafsu yang terlalu meledak. Tak lama, aku merasa akan ejakulasi. "Ehh.. Tante.. uu.. udaahh.." Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Tante Yana sudah setengah berdiri dan nungging di depanku. Tante Yana mengelus-elus dan mengocok penisku, dan mulutnya sudah ternganga dan lidahnya menjulur siap menerima semprotan spermaku. Karena kocokan Tante Yana, aku jadi ejakulasi. "Crit.. crroott.. crroott.." ternyata semprotan spermaku kuhitung sampai sekitar tujuh kali dimana setiap kencrotan itu mengeluarkan sperma yang putih, kental dan banyak. Sesekali jangkauan kencrotannya panjang, dan mengenai rambut Tante Yana. Mungkin ada juga yang jatuh ke sprei. Persis sekali film BF.

Kulihat wajah Tante Yana sudah penuh sperma putih kental milikku. Tante Yana yang memanghyper, meraup spermaku baik dari wajahnya ataupun dari sisa di sekujur batangku, dan memasukkan ke mulutnya. Setelah itu, aku merasa sangat lemas. Staminaku terkuras oleh Tante Yana. Aku langsung rebahan sambil memeluk Tante Yana sementara penisku masih tegak namuntidak sekeras tadi.

Sekitar seminggu berlalu setelah ML sama Tante Yana. Siang itu aku sedang ada di rumah hanya bersama pembantu (orang tuaku pulangnya sore atau malam, adikku juga sedang sekolah). Sekitar jam satu-an, aku yang sedang duduk di kursi malas teras, melihat Tante Yana mau pergi entah kemana dengan mobilnya. Kulihat Anita menutup pagar dan ia tidak melihatku. Sekitar 10 menitkemudian, telepon rumahku berdering. Saat kuangkat, ternyata Anita yang menelepon. Nada suaranya agak ketus, menyuruhku ke rumahnya. Katanya ada yang ingin diomongin. Di ruang tamunya, aku duduk berhadapan sama Anita. Wajahnya tidak seperti biasanya, terlihat jutek, judes, dan sebagainya. Berhubung dia seperti itu, aku jadi salah tingkah dan bingung mau ngomong apa.

Tak lama Anita mulai bicara duluan dengan nada ketus kembali,


"De, gue mau tanya!"


"Hah? Nanya apaan?" Aku kaget dan agak dag dig dug.


"Loe waktu minggu lalu ngapain sama nyokap gue?" Dia nanya langsung tanpa basa-basi.


"Ehh.. minggu lalu? Kapan? Ngapain emangnya?"


Aku pura-pura tidak tahu dan takutnya dia mau melaporkan ke orang tuaku.


"Aalahh.. loe nggak usah belagak bego deh.. Emangnya gue nggak tau? Gue baru pulang sekolah, gue liat sendiri pake mata kepala gue.. gue intip dari pintu, loe lagi make nyokap gue!!"


Seketika aku langsung kaget, bengong, dan tidak tahu lagi mau ngapain, badan sudah seperti mati rasa. Batinku berkata, "Mati gue.. bisa-bisa gue diusir dari rumah nih.. nama baik ortu gue bisa jatoh.. mati deh gue."

Anita pun masih meneruskan omongannya,


"Loe napsu sama nyokap gue??"


Anita kemudian berdiri sambil tolak pinggang. Matanya menatap sangat tajam. Aku cuma bisa diam, bengong tidak bisa ngomong apa-apa. Keringat di leher mengucur. Anita menghampiriku yang hanya duduk diam kaku beku perlahan masih dengan tolak pinggang dan tatapan tajam. Pipiku sudah siap menerima tamparan ataupun tonjokan namun untuk hal dia akan melaporkannya ke orang tuaku dan aku diusir tidak bisa aku pecahkan. Tapi, sekali lagi kenyataan sangat berbeda. Anita yang memakai kaos terusan yang mirip daster itu, justru membuka ikatan di punggungnya dan membukakaosnya. Ternyata ia tidak mengenakan beha dan celana dalam. Jadi di depanku adalah Anita yang bugil. Takutku kini hilang namun bingungku semakin bertambah. "Kalo gitu, loe mau juga kan sama gue?" Anita langsung mendekatkan bibir seksi-nya ke bibirku. Celana pendekku nampak kencang di bagian "anu".

Kini yang kurasakan bukan ciuman erotis seperti ciuman Tante Yana, namun ciuman Anita yang lembut dan romantis. Betapa nikmatnya ciuman dari Anita. Aku langsung memeluknya lembut. Tubuh putihnya benar-benar mulus. Bulu vaginanya sekilas kulihat coklat gelap. Sesegera mungkin kulepas celana-celanaku dan Anita membuka kaosku. Lumayan lama Anita menciumiku dengan posisimembungkuk. Kukocok-kocok penis besarku itu sedikit-sedikit. Aku langsung membisikkannya, "Nit, kita ke kamarmu yuk..!" Anita menjawab, "Ayoo.. biarlebih nyaman." Anita kurebahkan di ranjangnya setelah kugendong dari ruang tamu. Seperti ciuman tadi, kali ini suasananya lebih lembut, romantis dan perlahan. Anita sesekali menciumi dan agak menggigit daun telingaku ketika aku sedang mencumbu lehernya. Anita juga sesekali mencengkeram lenganku dan punggungku. Kaki kanannya diangkat hingga ke pinggangku dan kadang dia gesek-gesekkan. Dalam pikiranku, mungkin kali ini ejakulasiku tidak selama seperti sama Tante Yana akibat terbawa romantisnya suasana.

Dari sini aku bisa tahu bahwa Anita itu tipe orang romantis dan lembut. Tapi tetap saja nafsunya besar. Malah dia langsung mengarahkan dan menusukkan penisku ke liang senggamanya tanpa adegan-adegan lain. Berhubung Anita masih virgin, memasukkannya tidak mudah. Butuh sedikit dorongan dan tahan sakit termasuk aku juga. Wajah Anita nampak menahan sakit. Gigi atasnya menggigit bibir bawahnya dan matanya terpejam keras persis seperti keasaman makan buah mangga atau jambu yang asem. Tak lama, "Aaahh.. aa.. aahh.." Anita berteriak lumayan keras, aku takutnya terdengar sampai keluar. Selaput perawannya sudah tertembus. Aku mencoba menggoyangkan maju-mundur di dalam liang yang masih sempit itu. Tapi, aku merasa sangat enak sekali senggama di liang perawan. Anita juga ikutan goyang maju-mundur sambil meraba-raba dadaku dan mencium bibirku. Ternyata benar perkiraanku. Sedikit lagi aku akan ejakulasi. Mungkin hanya sekitar 6 menit. Meski begitu, keringatku pun tetap mengucur. Begitupun Anita.

Dengan agak menahan ejakulasi, gantian kurebahkan Anita, kukeluarkan penisku lalu kukocokdi atas dadanya. Mungkin akibat masih sempit dan rapatnya selaput dara Anita, batang penisku jadi lebih mudah tergesek sehingga lebih cepat pula ejakulasinya. Ditambah pula dalam seminggu tersebut aku tidak onani, nonton BF, atau sebagainya. Kemudian, "Crit.. crit.. crott.." kembali kujatuhkan spermaku di tubuh orang untuk kedua kalinya. Kusemprotkan spermaku di dada dan payudaranya Anita. Kali ini kencrotannya lebih sedikit, namun spermanya lebih kental. Bahkan ada yang sampai mengenai leher dan dagunya. Anita yang baru pertamakali melihat sperma lelaki, mencoba ingin tahu bagaimana rasanya menelan sperma. Anita meraup sedikit dengan agakcanggung dan ekspresi wajahnya sedikit menggambarkan orang jijik, dan lalu menjilatnya.

Terus, Anita berkata dengan lugu, "Emm.. ee.. De.. kalo 'itu' gimana sih rasanya?" sambil menunjuk ke kejantananku yang masih berdiri tegak dan kencang. "Eh.. hmm hmm.. cobain aja sendiri.." sambil tersenyum ia memegang batang kemaluanku perlahan dan agak canggung. Tak lama, ia mulai memompa mulutnya perlahan malu-malu karena baru pertama kali. Mungkin ia sekalian membersihkan sisa spermaku yang masih menetes di sekujur batangku itu. Kulihat sekilas di lubang vaginanya, ada noda darah yang segera kubersihkan dengan tissue dan lap. Setelah selesai, aku yang sedang kehabisan stamina, terkulai loyo di ranjang Anita, sementara Anita juga rebahan di samping. Kami sama-sama puas, terutama aku yang puas menggarap ibu dan anaknya itu.
Rabu, 30 Januari 2013

Cerita dewasa | Kumpulan cerita dewasa terbaru

Cerita Dewasa Khusus Dewasa -Kumpulan Cerita Dewasa Paling Seru 2013 - 2014 - Kumpulan Artikel Dewasa Terbaru dan paling seru ini merupakan cerita khusus untuk dewasa saja dan buat yang masih dibawah umur saya sarankan jangan membaca artikel ini karna sangat berbahaya bagi fisik maupun mental anda. ngentot
yuk kalok gitu kita langsung saja menuju cerita panas atau paling hot yang saya sajikan dibawah ini: cerita ngentot terbaru
Cerita Dewasa ini merupakan kisah seorang pembantu dan anak majikannya dengan judul Cerita Dewasa, Aku dan Anak Majikanku.


Cerita dewasa lainya jangan sampai ketinggalan  :

Cerita Dewasa Ngentot dengan Cintya
Cerita sex | Cerita dewasa Korban pemerkosaan SMP


Lima bulan sudah aku bekerja sebagai seorang pembantu rumahtangga di keluarga Pak Umar. Aku memang bukan seorang yang makan ilmu bertumpuk, hanya lulusan SD saja di kampungku. Tetapi karena niatku untuk bekerja memang sudah tidak bisa ditahan lagi, akhirnya aku pergi ke kota jakarta, dan beruntung bisa memperoleh majikan yang baik dan bisa memperhatikan kesejahteraanku.
Cerita Dewasa Khusus Dewasa

Ibu umar pernah berkata kepadaku bahwa beliau menerimaku menjadi pembantu rumahtangga dirumahnya lantaran usiaku yang relatif masih muda. Beliau tak tega melihatku luntang-lantung di kota besar ini. "Jangan-jangan kamu nanti malah dijadikan wanita panggilan oleh para calo WTS yang tidak bertanggungjawab." Itulah yang diucapkan beliau kepadaku.

Usiaku memang masih 18 tahun dan terkadang aku sadar bahwa aku memang lumayan cantik, berbeda dengan para gadis desa di kampungku. Pantas saja jika Ibu umar berkata begitu terhadapku.

Namun akhir-akhir ini ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, yakni tentang perlakuan anak majikanku Mas Anto terhadapku. Mas Anto adalah anak bungsu keluarga Bapak umar. Dia masih kuliah di semester 4, sedangkan kedua kakaknya telah berkeluarga. Mas Anto baik dan sopan terhadapku, hingga aku jadi aga segan bila berada di dekatnya. Sepertinya ada sesuatu yang bergetar di hatiku. Jika aku ke pasar, Mas Anto tak segan untuk mengantarkanku. Bahkan ketika naik mobil aku tidak diperbolehkan duduk di jok belakang, harus di sampingnya. Ahh.. Aku selalu jadi merasa tak Enak. Pernah suatu malam sekitar pukul 20.00, Mas anto hendak membikin mie instan di dapur, aku bergegas mengambil alih dengan alasan bahwa yang dilakukannya pada dasarnya adalah tugas dan kewajibanku untuk bisa melayani majikanku. Tetapi yang terjadi Mas Anto justru berkata kepadaku, "Nggak usah, Sarni. Biar aku saja, ngga apa-apa kok.."
CERITA DEWASA TERBARU
"Nggak.. nggak apa-apa kok, Mas", jawabku tersipu sembari menyalakan kompor gas.

Tiba-tiba Mas Anto menyentuh pundakku. Dengan lirih dia berucap, "Kamu sudah capek seharian bekerja, Sarni. Tidurlah, besok kamu harus bangun khan.."

Aku hanya tertunduk tanpa bisa berbuat apa-apa. Mas Anto kemudian melanjutkan memasak. Namun aku tetap termangu di sudut dapur. Hingga kembali Mas Anto menegurku.

"Sarni, kenapa belum masuk ke kamarmu. Nanti kalau kamu kecapekan dan terus sakit, yang repot kan kita juga. Sudahlah, aku bisa masak sendiri kalau hanya sekedar bikin mie seperti ini."

Belum juga habis ingatanku saat kami berdua sedang nonton televisi di ruang tengah, sedangkan Bapak dan Ibu Umar sedang tidak berada di rumah. Entah kenapa tiba-tiba Mas Anto memandangiku dengan lembut. Pandangannya membuatku jadi salah tingkah.

"Kamu cantik, Sarni."
Aku cuma tersipu dan berucap,
"Teman-teman Mas Anto di kampus kan lebih cantik-cantik, apalagi mereka kan orang-orang kaya dan pandai."
"Tapi kamu lain, Sarni. Pernah tidak kamu membayangkan jika suatu saat ada anak majikan mencintai pembantu rumahtangganya sendiri?"
"Ah.. Mas Anto ini ada-ada saja. Mana ada cerita seperti itu", jawabku.
"Kalau kenyataannya ada, bagaimana?"
"Iya.. nggak tahu deh, Mas."

Kata-katanya itu yang hingga saat ini membuatku selalu gelisah. Apa benar yang dikatakan oleh Mas Anto bahwa ia mencintaiku? Bukankah dia anak majikanku yang tentunya orang kaya dan terhormat, sedangkan aku cuma seorang pembantu rumahtangga? Ah, pertanyaan itu selalu terngiang di benakku.

Tibalah aku memasuki bulan ke tujuh masa kerjaku. Sore ini cuaca memang sedang hujan meski tak seberapa lebat. Mobil Mas Anto memasuki garasi. Kulihat pemuda ini berlari menuju teras rumah. Aku bergegas menghampirinya dengan membawa handuk untuk menyeka tubuhnya. cerita seks 2013

"Bapak belum pulang?" tanyanya padaku.
"Belum, Mas."
"Ibu.. pergi..?"
"Ke rumah Bude Mami, begitu ibu bilang."

Mas Anto yang sedang duduk di sofa ruang tengah kulihat masih tak berhenti menyeka kepalanya sembari membuka bajunya yang rada basah. Aku yang telah menyiapkan segelas kopi susu panas menghampirinya. Saat aku hampir meninggalkan ruang tengah, kudengar Mas anto memanggilku. Kembali aku menghampirinya.

"Kamu tiba-tiba membikinkan aku minuman hangat, padahal aku tidak menyuruhmu kan", ucap Mas Anto sembari bangkit dari tempat duduknya.
"Santi, aku mau bilang bahwa aku menyukaimu."
"Maksud Mas Apa bagaimana?"

"Apa aku perlu jelaskan?" sahut Mas Anto padaku.

Tanpa sadar aku kini berhadap-hadapan dengan Mas Anto dengan jarak yang sangat dekat, bahkan bisa dikatakan terlampau dekat. Mas Anto meraih kedua tanganku untuk digenggamnya, dengan sedikit tarikan yang dilakukannya maka tubuhku telah dalam posisi sedikit terangkat merapat di tubuhnya. Sudah pasti dan otomatis pula aku semakin dapat menikmati wajah ganteng yang rada basah akibat guyuran hujan tadi. Demikian pula Mas Anto yang semakin dapat pula menikmati wajah bulatku yang dihiasi bundarnya bola mataku dan mungilnya hidungku.

Kami berdua tak bisa berkata-kata lagi, hanya saling melempar pandang dengan dalam tanpa tahu rasa masing-masing dalam hati. Tiba-tiba entah karena dorongan rasa yang seperti apa dan bagaimana bibir Mas Anto menciumi setiap lekuk mukaku yang segera setelah sampai pada bagian bibirku, aku membalas pagutan ciumannya. Kurasakan tangan MasAnto merambah naik ke arah dadaku, pada bagian gumpalan dadaku tangannya meremas lembut yang membuatku tanpa sadar mendesah dan bahkan menjerit lembut. Sampai disini begitu campur aduk perasaanku, aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan takut yang entah bagaimana aku harus melawannya. Namun campuran rasa yang demikian ini segera terhapus oleh rasa nikmat yang mulai bisa menikmatinya, aku terus melayani dan membalas setiap ciuman bibirnya yang di arahkan pada bibirku berikut setiap lekuk yang ada di bagian dadaku. Aku semakin tak kuat menahan rasa, aku menggelinjang kecil menahan desakan dan gelora yang semakin memanas.

Ia mulai melepas satu demi satu kancing baju yang kukenakan, sampailah aku telanjang dada hingga buah dada yang begitu ranum menonjol dan memperlihatkan diri pada Mas Anto. Semakin saja Mas Anto memainkan bibirnya pada ujung buah dadaku, dikulumnya, diciuminya, bahkan ia menggigitnya. Golak dan getaran yang tak pernah kurasa sebelumnya, aku kini melayang, terbang, aku ingin menikmati langkah berikutnya, aku merasakan sebuah kenikmatan tanpa batas untuk saat ini.

Aku telah mencoba untuk memerangi gejolak yang meletup bak gunung yang akan memuntahkan isi kawahnya. Namun suara hujan yang kian menderas, serta situasi rumah yang hanya tinggal kami berdua, serta bisik goda yang aku tak tahu darimana datangnya, kesemua itu membuat kami berdua semakin larut dalam permainan cinta ini. Pagutan dan rabaan Mas Anto ke seluruh tubuhku, membuatku pasrah dalam rintihan kenikmatan yang kurasakan. Tangan Mas Anto mulai mereteli pakaian yang dikenakan, iapun telanjang bulat kini. Aku tak tahan lagi, segera ia menarik dengan keras celana dalam yang kukenakan. Tangannya terus saja menggerayangi sekujur tubuhku. Kemudian pada saat tertentu tangannya membimbing tanganku untuk menuju tempat yang diharapkan, dibagian bawah tubuhnya. Mas Anto dan terdengar merintih.

Buah dadaku yang mungil dan padat tak pernah lepas dari remasan tangan Mas Anto. Sementara tubuhku yang telah telentang di bawah tubuh Mas Anto menggeliat-liat seperti cacing kepanasan. Hingga lenguhan di antara kami mulai terdengar sebagai tanda permainan ini telah usai. Keringat ada di sana-sini sementara pakaian kami terlihat berserakan dimana-mana. Ruang tengah ini menjadi begitu berantakan terlebih sofa tempat kami bermain cinta denga penuh gejolak.

Ketika senja mulai datang, usailah pertempuran nafsuku dengan nafsu Mas Anto. Kami duduk di sofa, tempat kami tadi melakukan sebuah permainan cinta, dengan rasa sesal yang masing-masing berkecamuk dalam hati. "Aku tidak akan mempermainkan kamu, Sarni. Aku lakukan ini karena aku mencintai kamu. Aku sungguh-sungguh, Sarni. Kamu mau mencintaiku kan..?" Aku terdiam tak mampu menjawab sepatah katapun.

Mas Anto menyeka butiran air bening di sudut mataku, lalu mencium pipiku. Seolah dia menyatakan bahwa hasrat hatinya padaku adalah kejujuran cintanya, dan akan mampu membuatku yakin akan ketulusannya. Meski aku tetap bertanya dalam sesalku, "Mungkinkah Mas Anto akan sanggup menikahiku yang hanya seorang pembantu rumahtangga?"

Sekitar pukul 19.30 malam, barulah rumah ini tak berbeda dengan waktu-waktu kemarin. Bapak dan Ibu umar seperti biasanya tengah menikmati tayangan acara televisi, dan Mas Anto mendekam di kamarnya. Yah, seolah tak ada peristiwa apa-apa yang pernah terjadi di ruang tengah itu.

Sejak permainan cinta yang penuh nafsu itu kulakukan dengan Mas Anto, waktu yang berjalanpun tak terasa telah memaksa kami untuk terus bisa mengulangi lagi nikmat dan indahnya permainan cinta tersebut. Dan yang pasti aku menjadi seorang yang harus bisa menuruti kemauan nafsu yang ada dalam diri. Tak peduli lagi siang atau malam, di sofa ataupun di dapur, asalkan keadaan rumah lagi sepi, kami selalu tenggelam hanyut dalam permainan cinta denga gejolak nafsu birahi. Selalu saja setiap kali aku membayangkan sebuah gaya dalam permainan cinta, tiba-tiba nafsuku bergejolak ingin segera saja rasanya melakukan gaya yang sedang melintas dalam benakku tersebut. Kadang aku pun melakukannya sendiri di kamar dengan membayangkan wajah Mas Anto. Bahkan ketika di rumah sedang ada Ibu umar namun tiba-tiba nafsuku bergejolak, aku masuk kamar mandi dan memberi isyarat pada Mas Anto untuk menyusulnya. Untung kamar mandi bagi pembantu di keluarga ini letaknya ada di belakang jauh dari jangkauan tuan rumah. Aku melakukannya di sana dengan penuh gejolak di bawah guyuran air mandi, dengan lumuran busa sabun di sana-sini yang rasanya membuatku semakin saja menikmati sebuah rasa tanpa batas tentang kenikmatan.

Walau setiap kali usai melakukan hal itu dengan Mas Anto, aku selalu dihantui oleh sebuah pertanyaan yang itu-itu lagi dan dengan mudah mengusik benakku: "Bagaimana jika aku hamil nanti? Bagaimana jika Mas Anto malu mengakuinya, apakah keluarga Bapak Umar mau merestui kami berdua untuk menikah sekaligus sudi menerimaku sebagai menantu? Ataukah aku bakal di usir dari rumah ini? Atau juga pasti aku disuruh untuk menggugurkan kandungan ini?" Ah.. pertanyaan ini benar-benar membuatku seolah gila dan ingin menjerit sekeras mungkin. Apalagi Mas Anto selama ini hanya berucap: "Aku mencintaimu, Sarni." Seribu juta kalipun kata itu terlontar dari mulut Mas Anto, tidak akan berarti apa-apa jika Mas Anto tetap diam tak berterus terang dengan keluarganya atas apa yang telah terjadi dengan kami berdua.

Akhirnya terjadilah apa yang selama ini kutakutkan, bahwa aku mulai sering mual dan muntah, yah.. aku hamil! Mas Anto mulai gugup dan panik atas kejadian ini.

"Kenapa kamu bisa hamil sih?" Aku hanya diam tak menjawab.
"Bukankah aku sudah memberimu pil supaya kamu nggak hamil. Kalau begini kita yang repot juga.."
"Kenapa mesti repot Mas? Bukankah Mas Anto sudah berjanji akan menikahi Sarni?"
"Iya.. iya.. tapi tidak secepat ini Santi. Aku masih mencintaimu, dan aku pasti akan menikahimu, dan aku pasti akan menikahimu. Tetapi bukan sekarang. Aku butuh waktu yang tepat untuk bicara dengan Bapak dan Ibu bahwa aku mencintaimu.."

Yah.. setiap kali aku mengeluh soal perutku yang kian bertambah usianya dari hari ke hari dan berganti dengan minggu, Mas Anto selalu kebingungan sendiri dan tak pernah mendapatkan jalan keluar. Aku jadi semakin terpojok oleh kondisi dalam rahim yang tentunya kian membesar.

Genap pada usia tiga bulan kehamilanku, keteguhkan hatiku untuk melangkahkan kaki pergi dari rumah keluarga Bapak umar. Kutinggalkan semua kenangan duka maupun suka yang selama ini kuperoleh di rumah ini. Aku tidak akan menyalahkan Mas Anto. Ini semua salahku yang tak mampu menjaga kekuatan dinding imanku.

Subuh pagi ini aku meninggalkan rumah ini tanpa pamit, setelah kusiapkan sarapan dan sepucuk surat di meja makan yang isinya bahwa aku pergi karena merasa bersalah terhadap keluarga Bapak Umar.

Hampir setahun setelah kepergianku dari keluarga Bapak umar, Aku kini telah menikmati kehidupanku sendiri yang tak selayaknya aku jalani, namun aku bahagia. Hingga pada suatu pagi aku membaca surat pembaca di tabloid terkenal. Surat itu isinya bahwa seorang pemuda Anto mencari dan mengharapkan isterinya yang bernama Sarni untuk segera pulang. Pemuda itu tampak sekali berharap bisa bertemu lagi dengan si calon isterinya karena dia begitu mencintainya.

Aku tahu dan mengerti benar siapa calon isterinya. Namun aku sudah tidak ingin lagi dan pula aku tidak pantas untuk berada di rumah itu lagi, rumah tempat tinggal pemuda bernama Anto itu. Aku sudah tenggelam dalam kubangan ini. Andai saja Mas Anto suka pergi ke lokalisasi, tentu dia tidak perlu harus menulis surat pembaca itu. Mas Anto pasti akan menemukan calon istrinya yang sangat dicintainya. Agar Mas Anto pun mengerti bahwa hingga kini aku masih merindukan kehangatan cintanya. Cinta yang pertama dan terakhir bagiku.